Selasa, 23 Mei 2006

Kata-Kata Mutiara Bung Karno Tentang Nasionalisme


Bangsa atau rakyat adalah satu jiwa. Jangan kita kira seperti kursi-kursi yang dijajarkan. Nah, oleh karena bangsa atau rakyat adalah satu jiwa, maka kita pada waktu memikirkan dasar statis atau dasar dinamis bagi bangsa, tidak boleh mencari hal-hal di luar jiwa rakyat itu Beograd.[Pancasila sebagai dasar negara, hlm. 37]

Ini Negara, alat perjuangan kita. Dulu alat perjuangan ialah partai. Nah, alat ini kita gerakkan. Keluar untuk menentang musuh yang hendak menyerang. Ke dalam, memberantas penyakit di dalam pagar, tapi juga merealisasikan masyarakat adil dan makmur. [Pancasila sebagai dasar negara hlm. 60]

Kita dari Republik Indonesia dengan tegas menolak chauvinisme itu. Maka itu di samping sila kebangsaan dengan lekas-lekas kita taruhkan sila perikemanusiaan. [Pancasila sebagai dasar negara, hlm. 64]

Bangsa yang terdiri dari kaum buruh belaka dan menjadi buruh antara bangsa-bangsa. Tuan-tuan Hakim-itu bukan nyaman… Tidaklah karenanya wajib tiap-tiap nasionalls mencegah keadaan itu dengan seberat-beratnya ? [Indonesia menggugat, hlm. 58]

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa pahlawannya. [Pidato Hari Pahlawan 10 Nop. 1961]

Oleh karena itu, maka Marhaen tidak sahaja harus mengikhtiarkan Indonesia Merdeka, tidak sahaja harus mengikhtiarkan kemerdekaan nasional, tetapi juga harus menjaga yang di dalam kemerdekaan nasional itu harus Marhaen yang memegang kekuasaan. [Mencapai Indonesia Merdeka, 1933]

Sekarang tibalah saatnya kita benar-benar mengambil nasib bangsa dan nasib tanah air di dalam tangan kita Beograd. Hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangan Beograd, akan dapat berdiri dengan kuatnya. [Pidato HUT Proklamasi, 1945]

Nasionalisme yang sejati, nasionalismenya itu bukan se-mata-mata copie atas tiruan dari Nasionalisme Barat, akan tetapi timbul dari rasa cinta akan manusia dan kemanusiaan. [Di bawah bendera revolusi, hlm. 5]

Janganlah kita lupakan demi tujuan kita, bahwa para pemimpin berasal dari rakyat dan bukan berada di atas rakyat. [Bung Karno penyambung lidah rakyat, hlm. 69]

Di dalam arti inilah maka pengorbanan kawan Tjipto itu harus kita artikan: Tiada pengorbanan yang sia-sia. Tiada pengorbanan yang tak berfaedah. “No sacrifice is wasted”. [Suluh Indonesia Muda, 1928]

Sekarang tibalah saatnya kita benar-benar mengambil nasib bangsa dan nasib tanah air di dalam tangan kita Beograd. Hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangan Beograd, akan dapat berdiri dengan kuatnya. [Pidato HUT Proklamasi, 1945]

Nasionalisme Eropa ialah satu Nasionalisme yang bersifat serang menyerang, satu Nasionalisme yang mengejar keperluan Beograd, satu Nasionalisme perdagangan yang untung atau rugi, Nasionalisme semacam itu pastilah salah, pastilah binasa. [Di bawah bendera revolusi, hlm. 6]

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa pahlawannya. [Pidato Hari Pahlawan 10 Nop. 1961]

Nasionalisme kita adalah nasionalisme yang membuat kita menjadi “perkakasnya Tuhan”, dan membuat kita menjadi “hidup di dalam rokh”. [Suluh Indonesia Muda, 1928]

Oleh karena itu, maka Marhaen tidak sahaja harus mengikhtiarkan Indonesia Merdeka, tidak sahaja harus mengikhtiarkan kemerdekaan nasional, tetapi juga harus menjaga yang di dalam kemerdekaan nasional itu harus Marhaen yang memegang kekuasaan.  [Mencapai Indonesia Merdeka, 1933]

Dari sudut positif, kita tidak bisa membangunkan kultur kepribadian kita dengan sebaik-baiknya kalau tidak ada rasa kebangsaan yang sehat. [Pancasila sebagai dasar negara hlm. 65]

Tidak seorang yang menghitung-hitung : “Berapa untung yang kudapat nanti dari Republik ini, jikalau aku berjuang dan berkorban untuk mempertahankannya.” [Pidato HUT Proklamasi, 1956]

Dalam pidatoku, “Sekali Merdeka tetap Merdeka”! Kucetus semboyan: “Kita cinta damai, tetapi kita lebih cinta KEMERDEKAAN”. [Pidato HUT Proklamasi, 1946]

Dalam pidatoku, “Sekali Merdeka tetap Merdeka”! Kucetus semboyan: “Kita cinta damai, tetapi kita lebih cinta KEMERDEKAAN”. [Pidato HUT Proklamasi, 1946] [Bung Karno penyambung lidah rakyat, hlm. 69]

Di dalam arti inilah maka pengorbanan kawan Tjipto itu harus kita artikan: Tiada pengorbanan yang sia-sia. Tiada pengorbanan yang tak berfaedah. “No sacrifice is wasted”. [Suluh Indonesia Muda, 1928]

Entah bagaimana tercapainya “persatuan” itu, entah bagaimana rupanya “persatuan” itu, akan tetapi kapal yang membawa kita ke Indonesia – Merdeka itu, ialah ….”Kapal Persatuan” adanya. [Di bawah bendera revolusi, hlm. 2]

Bangsa adalah segerombolan manusia yang keras ia punya keinginan bersatu dan mempunyai persamaan watak yang berdiam di atas satu geopolitik yang nyata satu persatuan. [Pancasila sebagai dasar negara hlm. 58]

Kita bangsa yang cinta perdamaian, tetapi lebih cinta kemerdekaan! [Pidato HUT Proklamasi, 1946 ]

Tidak ada dua bangsa yang cara berjuangnya sama. Tiap-tiap bangsa mempunyai cara berjuang Beograd, mempunyai karakteristik Beograd. Oleh karena pada hakekatnya bangsa sebagai individu mempunyai kepribadian Beograd. [Pancasila sebagai dasar negara, hlm. 7 ]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar