Pertengahan
April 1967 salah seorang utusan dari Presiden Soekarno yaitu Pak Djamin bertamu
di kediaman drg. Oei Hong Kian. Selain menyampaikan salam BK, ia juga
mengantarkan satu set ballpoint dan pena Mont Blanc, sehelai dasi sutera berwarna
putih dengan inisial ‘S’, serta sebotol besar parfum Shalimar buatan Guerlain. Selain
itu, Bung Karno juga memberikan sebuah sampul besar berisi foto Bung Karno
ukuran 17,5 X 23 cm dengan tulisan: “Untuk Dr. Oei Hong Kian” dan
dibubuhi tanda tangan BK serta tanggal 12-4-1967.
Pada malam
hariya, Oei Hong Kian terharu ketika sedang memperhatikan foto Bung Karno. Oei
merasa bahwa saat itu, Bung Karno pasti sedang berada di dalam sebuah
permasalahan yang sangat rumit. Meskipun demikian, seberat apapun permasalahan
yang sedang menghimpitnya, Presiden Soekarno masih menyempatkan dirinya untuk
memberikan penghargaan kepada seorang dokter gigi yang belum lama ia kenal.
Oei Hong Kian
semakin terharu ketika teringat pertanyaan Bung Karno yang disampaikan oleh Pak
Djamin. Saat itu Pak Djamin menanyakan apakah Oei Hong Kian masih dapat
menghargai fotonya? Maklum, foto itu diberikan pada saat ia tidak lagi menjabat
sebagai seorang presiden. Saat itu, Oei Hong Kian berpikir bahwa persahabatannya
dengan Bung Karno telah berakhir. Apalagi setelah ia mendengar berita bahwa kesehatan
Bung Karno sedang menurun drastis. Ingatannya pun sudah lemah dan jalannya juga
pincang.
Namun, dugaan
Oei Hong Kian tersebut pun ternyata salah. Karena pada September 1967, dokter
pribadi Bung Karno menyampaikan sebuah pesan bahwa Bung Karno ingin berobat
lagi. Dokter tersebut mengatakan bahwa Bung Karno akan datang ke rumah drg. Oei
Hong Kian. Kemudian, dokter pribadi tersebut berpesan agar Oei Hong Kian juga memperhatikan
keamanan. Oei Hong Kian tertunduk lesu. Ia tidak tahu apa yang bisa dilakukan
oleh seorang dokter gigi untuk melindungi keamanan pasiennya?.
Akhirnya, Oei
Hong Kian pun memutuskan agar Bung Karno memasuki rumah lewat pintu samping.
Kedua mobil Oei Hong Kian akan dikeluarkan dari garasi, dan mobil Bung Karno
pun akan dibiarkan masuk dan pintu garasi pun akan segera ditutup.
Janji Bung
Karno untuk mengunjungi drg. Oei Hong Kian pun ditepatinya. Bung Karno tiba di
rumah Oei Hong Kian pada pukul 09.00 dengan mengendarai sedan Mercedes 600.
Saat itu, Bung Karno tidak sendirian. Beliau diiringi oleh lima jip putih penuh
prajurit. Hanya saja, iring-iringan tersebut tidak menggunakan mobil sirene.
“Selamat
pagi, Pak Dokter,” Bung Karno pun menyapa drg. Oei Hong Kian. Adapun sang
dokter pun hanya bisa kagum. Ia tidak percaya bahwa Bung Karno masih sehat wal
afiat setelah serangkaian peristiwa yang memilukan menimpanya. Sambil
mengulurkan tangannya, Bung Karno pun berkata, “Tidak disangka-sangka, ya,
kita akan bertemu lagi dalam waktu secepat ini. Ini, gigi saya ada yang
terganggu. Bagaimana, baik-baik semua?” Sikapnya biasa saja, seolah-olah
tidak ada sedikit pun ganjalan di dalam hati.
Sebuah
pemandangan unik terjadi di tempat itu. Drg. Oei Hong Kian menitikkan air mata
sambil memeluk Sang Presiden. Sesaat kemudian, Bung Karno memasuki kamar
praktik tanpa diikuti oleh pengawal.
Dalam
memeriksa Bung Karno, Oei ditemani oleh keponakan isterinya yang juga
berprofesi sebagai seorang dokter gigi juga. Oei Hong Kian pun bersyukur
melihat keadaan Bung Karno yang benar-benar sehat. Bung Karno masih terlihat
segar, periang bahkan masih bisa bercanda. Kondisi Bung Karno yang ia lihat
saat itu benar-benar beda dengan gosip yang selama ini ia dengar. Tidak ada
tanda-tanda keletihan dalam diri Bung Karno. Fisik dan psikisnya benar-benar
masih sama seperti ketika Bung Karno menjadi seorang Presiden.
Sambil
melepaskan pecinya, Bung Karno pun bertanya, “Saya ingin tahu, apakah Pak
Dokter masih bisa menghargai foto saya?” Dengan perasaan terharu, Oei pun
menjawab pertanyaan Bung Karno, “Bapak tentu pernah memberikan foto kepada
banyak orang. Tetapi karena Bapak memberikannya kepada saya pada saat itu, foto
itu tinggi nilainya bagi saya.”
Kembali ada
air mata terharu dalam diri drg. Oei Hong Kian. Ia belum lama mengenal Bung Karno,
namun Bung Karno sudah menganggapnya sebagai seorang sahabat. Drg. Oei
benar-benar bisa merasakan kehangatan persahabatan yang diberikan oleh mantan
orang nomor satu di Indonesia itu. Drg. Oei kebingungan karena selama ini ia
belum pernah memberikan apapun bagi negeri ini.
“Bapak
saat ini tidak bisa memberi imbalan apa-apa,” lanjut Bung Karno. Mendengar
ucapan Bung Karno tersebut, Oei Hong Kian pun terdiam. Ia sampai tidak bisa
berkata-kata.
Ketika akan
pulang, Bung Karno ingin sekali bertemu dengan istri Oei Hong Kian. Setelah
bertemu dengan isterinya Drg. Oei, Bung Karno pun tersenyum. Isteri Drg. Oei
Hong Kian sempat menawari Bung Karno untuk singgah sebentar. Namun dengan
halus, Bung Karno menolaknya dengan mengatakan, “Terima kasih. Nanti suami
Anda bisa dikira yang bukan-bukan kalau saya berlama-lama di sini.”
Bung Karno
pun segera pamit dari rumah Drg. Oei. Namun sebagaimana kebiasaan Bung Karno,
beliau selalu menyempatkan dirinya untuk melambaikan tangannya kepada tuan
rumah atau relasi yang sedang ia temui. Saat itulah, Drg. Oei menangis. Air
matanya menetes perlahan-lahan. Sepertinya ia tak bisa berpisah dengan
sahabatnya itu.
Itulah
sedikit kisah tentang persahabatan Bung Karno dengan drg. Oei Hong Kian.
Mungkin perasaan drg. Oei Hong Kian sama dengan perasaan orang-orang yang
pernah dekat dengan Bung Karno, yaitu selalu menganggap bahwa Bung Karno adalah
seseorang yang hangat. Seseorang yang selalu menawarkan loyalitas dalam persahabatannya.
Masih adakah seorang sahabat yang memiliki jiwa kesetiakawanan seperti Bung
Karno?.