Minggu, 27 Agustus 2006

Untuk Sahabatku, Fidel


Peristiwa G30S tidak hanya menjadi tamparan bagi Republik Indonesia, masuknya faham komunis di Indonesia juga terdengar hingga dunia internasional. Bahkan, dunia internasional pun sempat terpukul dan ikut merasakan duka yang sedang dirasakan oleh Indonesia. Yah, awan mendung yang dialami Indonesia karena peristiwa itu pun akhirnya berjalan merambat ke negara-negara dunia. Banyak sekali surat yang masuk melalui kedutaan bangsa-bangsa dunia yang berada di Indonesia. Salah satu isi dari surat tersebut adalah memberi dukungan kepada Presiden Soekarno dan memberi motivasi kepada Bung Karno bahwa semua itu pasti akan selesai.
Di antara beberapa surat tersebut, adalah sosok Fidel Castro yang juga memberikan perhatian penuh terhadap kasus G30S ini. Fidel Castro memang sudah lama bersahabat dengan Bung Karno. Persahabatannya bahkan tidak hanya melalui pertemuan fisik, tetapi juga melalui surat yang dikirimkan kepada kedutaan. Konon, mereka berdua memang memiliki kesamaan, yaitu sama-sama bersifat progresif revolusioner. Soekarno dan Fidel Castro sama-sama kiri, yaitu orang-orang sosialis yang anti Nekolim. Maka jangan heran bila keduanya menjadi musuh atau bahkan dimusuhi Amerika Serikat dan sekutunya.
Ternyata, peristiwa G30S ini justru membuat hubungan mereka lebih akrab lagi. Bung Karno sering kali curhat melalui surat, begitu juga Fidel. Salah satu isi dari curahan hati Presiden Soekarno kepada Fidel Castro adalah surat berikut ini:
Presiden Republik Indonesia
P.J.M. Perdana Menteri Fidel Castro, Havana
Kawanku Fidel yang baik!
Lebih dulu saya mengucapkan terima kasih atas suratmu yang dibawa oleh Duta Besar Hanafi kepada saya.
Saya mengerti keprihatinan saudara mengenai pembunuhan-pembunuhan di Indonesia, terutama sekali jika dilihat dari jauh memang apa yang terjadi di Indonesia – yaitu apa yang saya namakan Gestok dan yang kemudian diikuti oleh pembunuhan-pembunuhan yang dilakukan oleh kaum kontra revolusioner, adalah amat merugikan Revolusi Indonesia.
Tetapi saya dan pembantu-pembantu saya, berjuang keras untuk mengembalikan gengsi pemerintahan saya, dan gengsi Revolusi Indonesia. Perjuangan ini membutuhkan waktu dan kegigihan yang tinggi. Saya harap saudara mengerti apa yang saya maksudkan, dan dengan pengertian itu membantu perjuangan kami itu.
Dutabesar Hanafi saya kirim ke Havana untuk memberikan penjelasan-penjelasan kepada saudara.
Sebenarnya Dutabesar Hanafi masih saya butuhkan di Indonesia, tetapi saya berpendapat bahwa persahabatan yang rapat antara Kuba dan Indonesia adalah amat penting pula untuk bersama-sama menghadap musuh, yaitu Nekolim.
Sekian dahulu kawanku Fidel!
Salam hangat dari Rakyat Indonesia kepada Rakyat Kuba, dan kepadamu sendiri!
Kawanmu      
ttd
Sukarno
Jakarta, 26 Januari 1966

Selasa, 01 Agustus 2006

Persahabatan Bung Karno dan Oei Hong Kian


Pertengahan April 1967 salah seorang utusan dari Presiden Soekarno yaitu Pak Djamin bertamu di kediaman drg. Oei Hong Kian. Selain menyampaikan salam BK, ia juga mengantarkan satu set ballpoint dan pena Mont Blanc, sehelai dasi sutera berwarna putih dengan inisial ‘S’, serta sebotol besar parfum Shalimar buatan Guerlain. Selain itu, Bung Karno juga memberikan sebuah sampul besar berisi foto Bung Karno ukuran 17,5 X 23 cm dengan tulisan: “Untuk Dr. Oei Hong Kian” dan dibubuhi tanda tangan BK serta tanggal 12-4-1967.
Pada malam hariya, Oei Hong Kian terharu ketika sedang memperhatikan foto Bung Karno. Oei merasa bahwa saat itu, Bung Karno pasti sedang berada di dalam sebuah permasalahan yang sangat rumit. Meskipun demikian, seberat apapun permasalahan yang sedang menghimpitnya, Presiden Soekarno masih menyempatkan dirinya untuk memberikan penghargaan kepada seorang dokter gigi yang belum lama ia kenal.
Oei Hong Kian semakin terharu ketika teringat pertanyaan Bung Karno yang disampaikan oleh Pak Djamin. Saat itu Pak Djamin menanyakan apakah Oei Hong Kian masih dapat menghargai fotonya? Maklum, foto itu diberikan pada saat ia tidak lagi menjabat sebagai seorang presiden. Saat itu, Oei Hong Kian berpikir bahwa persahabatannya dengan Bung Karno telah berakhir. Apalagi setelah ia mendengar berita bahwa kesehatan Bung Karno sedang menurun drastis. Ingatannya pun sudah lemah dan jalannya juga pincang.
Namun, dugaan Oei Hong Kian tersebut pun ternyata salah. Karena pada September 1967, dokter pribadi Bung Karno menyampaikan sebuah pesan bahwa Bung Karno ingin berobat lagi. Dokter tersebut mengatakan bahwa Bung Karno akan datang ke rumah drg. Oei Hong Kian. Kemudian, dokter pribadi tersebut berpesan agar Oei Hong Kian juga memperhatikan keamanan. Oei Hong Kian tertunduk lesu. Ia tidak tahu apa yang bisa dilakukan oleh seorang dokter gigi untuk melindungi keamanan pasiennya?.
Akhirnya, Oei Hong Kian pun memutuskan agar Bung Karno memasuki rumah lewat pintu samping. Kedua mobil Oei Hong Kian akan dikeluarkan dari garasi, dan mobil Bung Karno pun akan dibiarkan masuk dan pintu garasi pun akan segera ditutup.
Janji Bung Karno untuk mengunjungi drg. Oei Hong Kian pun ditepatinya. Bung Karno tiba di rumah Oei Hong Kian pada pukul 09.00 dengan mengendarai sedan Mercedes 600. Saat itu, Bung Karno tidak sendirian. Beliau diiringi oleh lima jip putih penuh prajurit. Hanya saja, iring-iringan tersebut tidak menggunakan mobil sirene.
“Selamat pagi, Pak Dokter,” Bung Karno pun menyapa drg. Oei Hong Kian. Adapun sang dokter pun hanya bisa kagum. Ia tidak percaya bahwa Bung Karno masih sehat wal afiat setelah serangkaian peristiwa yang memilukan menimpanya. Sambil mengulurkan tangannya, Bung Karno pun berkata, “Tidak disangka-sangka, ya, kita akan bertemu lagi dalam waktu secepat ini. Ini, gigi saya ada yang terganggu. Bagaimana, baik-baik semua?” Sikapnya biasa saja, seolah-olah tidak ada sedikit pun ganjalan di dalam hati.
Sebuah pemandangan unik terjadi di tempat itu. Drg. Oei Hong Kian menitikkan air mata sambil memeluk Sang Presiden. Sesaat kemudian, Bung Karno memasuki kamar praktik tanpa diikuti oleh pengawal.
Dalam memeriksa Bung Karno, Oei ditemani oleh keponakan isterinya yang juga berprofesi sebagai seorang dokter gigi juga. Oei Hong Kian pun bersyukur melihat keadaan Bung Karno yang benar-benar sehat. Bung Karno masih terlihat segar, periang bahkan masih bisa bercanda. Kondisi Bung Karno yang ia lihat saat itu benar-benar beda dengan gosip yang selama ini ia dengar. Tidak ada tanda-tanda keletihan dalam diri Bung Karno. Fisik dan psikisnya benar-benar masih sama seperti ketika Bung Karno menjadi seorang Presiden.
Sambil melepaskan pecinya, Bung Karno pun bertanya, “Saya ingin tahu, apakah Pak Dokter masih bisa menghargai foto saya?” Dengan perasaan terharu, Oei pun menjawab pertanyaan Bung Karno, “Bapak tentu pernah memberikan foto kepada banyak orang. Tetapi karena Bapak memberikannya kepada saya pada saat itu, foto itu tinggi nilainya bagi saya.”
Kembali ada air mata terharu dalam diri drg. Oei Hong Kian. Ia belum lama mengenal Bung Karno, namun Bung Karno sudah menganggapnya sebagai seorang sahabat. Drg. Oei benar-benar bisa merasakan kehangatan persahabatan yang diberikan oleh mantan orang nomor satu di Indonesia itu. Drg. Oei kebingungan karena selama ini ia belum pernah memberikan apapun bagi negeri ini.
“Bapak saat ini tidak bisa memberi imbalan apa-apa,” lanjut Bung Karno. Mendengar ucapan Bung Karno tersebut, Oei Hong Kian pun terdiam. Ia sampai tidak bisa berkata-kata.
Ketika akan pulang, Bung Karno ingin sekali bertemu dengan istri Oei Hong Kian. Setelah bertemu dengan isterinya Drg. Oei, Bung Karno pun tersenyum. Isteri Drg. Oei Hong Kian sempat menawari Bung Karno untuk singgah sebentar. Namun dengan halus, Bung Karno menolaknya dengan mengatakan, “Terima kasih. Nanti suami Anda bisa dikira yang bukan-bukan kalau saya berlama-lama di sini.”
Bung Karno pun segera pamit dari rumah Drg. Oei. Namun sebagaimana kebiasaan Bung Karno, beliau selalu menyempatkan dirinya untuk melambaikan tangannya kepada tuan rumah atau relasi yang sedang ia temui. Saat itulah, Drg. Oei menangis. Air matanya menetes perlahan-lahan. Sepertinya ia tak bisa berpisah dengan sahabatnya itu.
Itulah sedikit kisah tentang persahabatan Bung Karno dengan drg. Oei Hong Kian. Mungkin perasaan drg. Oei Hong Kian sama dengan perasaan orang-orang yang pernah dekat dengan Bung Karno, yaitu selalu menganggap bahwa Bung Karno adalah seseorang yang hangat. Seseorang yang selalu menawarkan loyalitas dalam persahabatannya. Masih adakah seorang sahabat yang memiliki jiwa kesetiakawanan seperti Bung Karno?.