Selasa, 31 Oktober 2006

Bung Karno dan HR. Rasuna Said


Para sahabat Bung Karno adalah orang-orang yang bernasib mujur, karena mereka selalu mendapatkan tempat di hati beliau. Tidak hanya itu saja, terkadang Bung Karno pun selalu memberikan apresiasi atau penghargaan terhadap jerih payah para sahabatnya dalam menemaninya berjuang di negeri ini. Lalu pertanyaannya adalah, siapa tidak bangga, dipuji Presiden Sukarno di hadapan lautan massa?. Siapa yang tidak senang bila namanya selalu disebut-sebut di dalam narasi pidato seorang Presiden Bung Karno. Salah satu orang yang mendapatkan kehormatan mulia tersebut adalah seorang pejuang wanita yang bernama Hajjah Rangkayo Rasuna Said, wanita pejuang yang mendapat kehormatan itu. Hubungan Soekarno dengan HR. Rasuna Said memang sangat spesial, tapi bukan seperti hubungan Soekarno dengan para isterinya, melainkan hubungan antara sesama pejuang pergerakkan pada masa itu.
Peristiwa tersebut terjadi di Bandung, pada tanggal 18 Maret 1958. Pada waktu itu, Bung Karno datang untuk kesekian kalinya ke kota Bandung. Pada kesempatan tersebut, Bung Karno datang untuk menyampaikan amanat dalam sebuah rapat akbar. Amanat tersebut masih berkaitan erat dengan Pancasila.
Bung Karno ternyata telah mengundang HR. Rasuna Said untuk turut menghadiri dalam pembacaan pidato yang berjudul “Tidak Ada Kontra Revolusi Bisa Bertahan” tersebut. Tidak hanya itu saja, Bung Karno ternyata juga telah meminta kepada HR. Rasuna Said untuk menyampaikan orasi pembuka.
Sebenarnya, ada hubungan apa antara kehadiran HR. Rasuna Said dengan pidato Bung Karno. Ternyata, keduanya memiliki keterkaitan yang cukup kental serta memiliki nilai historis yang benar-benar luar biasa mengagumkan. Tahukah Anda bahwa saat itu, pemerintah pusat sedang berjuang keras untuk melawan gerakan separatis, salah satunya adalah gerakan makar oleh PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia).
Adapun puncak pemberontakan aksi makar PRRI tersebut terjadi pada 15 Februari 1958 melalui ultimatum Dewan Perjuangan PRRI di Padang, Sumatera Barat. Nah, pidato Bung Karno terjadi 18 Maret 1958 di Bandung. Tentu saja, kehadiran Bung Karno di Bandung waktu itu benar-benar sesuatu yang kebetulan, karena isu makar PRRI tesebut masih hangat-hangatnya. Suasana makin meriah dengan hadirnya HR. Rasuna Said yang merupakan tokoh pergerakkan Indonesia yang terlahir di Maninjau, Agam, Sumatera Barat.
Kiprah HR. Rasuna Said memang tidak bisa diremehkan begitu saja, karena beliau memang tercatat aktif dalam serangkaian pergerakkan demi terciptanya Indonesia yang merdeka. Wanita kelahiran 14 September 1910 ini, telah dikenal luas sebagai pejuang kemerdekaan Republik Indonesia. Ia telah berjuang sejak ia masih muda. Dalam hal organisasi, HR. Rasuna Said mengawalinya dengan bergabung di dalam Sarekat Rakyat, kemudian menjadi anggota Persatuan Muslim Indonesia (Permi).
Selain terkenal dengan perjuangannya yang sangat gigih, HR. Rasuna Said juga dikenal sangat mahir dalam berpidato. Banyak sekali pidato Rasuna Said yang isinya penuh dengan kecaman atau sindiran terhadap kekejaman dan ketidakadilan pemerintah Belanda. Berkat pidatonya yang memang terasa “pedas” didengar oleh Belanda tersebutlah, ia sempat ditangkap dan dipenjarakan di Semarang pada tahun 1932. Kiprahnya dalam perjuangan tidak hanya di masa penjajahan Belanda saja, bahkan semasa pendudukan Jepang pun, HR. Rasuna Said masih tetap aktif mendirikan organisasi pemuda Nippon Raya di Padang. Namun sayangnya, organisasi tersebut kemudian dibubarkan pemerintah Jepang.
Lalu pertanyaannya, moral apakah yang hendak disampaikan Bung Karno dengan mengikut sertakan Rasuna Said, bahkan Bung Karno memintanya untuk berpidato terlebih dulu? Ternyata, itu adala trik atau siasat Bung Karno untuk menghancurkan gerakan separatis yang mendapat dukungan penuh dari tokoh-tokoh dari dalam negeri sendiri seperti Achmad Husein Cs dan Sjafruddin Prawiranegara Cs. Dua kelompok tersebutlah yang bersifat alot dan berani secara terang-terangan memusuhi Bung Karno.
HR. Rasuna Said tampil begitu berani. Pidatonya benar-benar memukau. Bung Karno sangat menghargai kegigihan HR. Rasuna Said dalam mempertahankan kemerdekaan. Hal tersebutlah yang akhirnya membuat Bung Karno memuji HR Rasuna Said sebagai Srikandi Indonesia.

Sabtu, 28 Oktober 2006

Sarinah di Mata Soekarno


Perjalanan hidup Soekarno dan wanita tidak melulu tentang kisah cinta. Soekarno memang selalu memuji wanita, bukan karena kecantikannya semata tapi juga karena rasa hormatnya. Seperti halnya rasa kagum dan hormatnya kepada seorang wanita yang bernama Sarinah. Siapakah sebernarnya sosok wanita yang bernama Sarinah itu?. Mengapa Soekarno begitu mengagumi figur Sarinah?
Sarinah adalah seorang wanita yang begitu sederhana. Sarinah adalah wanita desa yang bekerja di keluarga Soekarno sebagai baby sitter atau pengasuh Seokarno semasa kecil. Wanita inilah yang selalu mengajarkan cinta kepada Soekarno. Ia jugalah yang menanamkan rasa hormat terhadap wanita di hati Soekarno.
Setiap hari, Sarinah selalu menggendong dan meninabobokan Bung Karno dengan senandung-senandung yang berisi pesan moral agar Soekarno kecil tumbuh menjadi seorang pria berkarisma dan berbudi luhur. Selain jasanya yang besar karena sudah mengasuh Soekarno, Sarinah juga telah berjasa karena ia berhasil menanamkan doktrin di dalam pikiran Soekarno untuk mencintai rakyat dan kelak rakyatlah yang akan mencintai Bung Karno.
Di saat kedua orang tua Soekarno bekerja, Sarinahlah yang selalu menemani Soekarno. Kedua orang tua Soekarno sudah sangat mempercayai Sarinah bahwa ia bisa mendidik anaknya untuk menjadi seseorang yang berbudi baik, bertutur kata halus, ramah dan sopan serta bisa menghargai juga menghormati orang lain.
Sarinah, adalah sosok wanita desa yang sudah berusia senja. Wajahnya tak lagi cantik dan rambutnya pun sudah memutih. Meskipun hanya berprofesi sebagai seorang pengasuh, namun Sarinah sudah dianggap sebagai anggota keluarga sendiri oleh keluarga besar Soekarno. Rasa bangga sebagai pengasuh orang besar, sudah terlihat dalam diri Sarinah ketika pertama kali ia mengasuh Soekarno kecil. Sarinah selalu bekerja dengan sangat disiplin, ia juga jujur sehingga sangat dipercaya oleh kedua orang tua Soekarno.
Kedekatan Bung Karno dengan Sarinah tidak bisa tertuliskan dengan kata-kata lagi. Bagi Bung Karno, Sarinah adalah seorang wanita yang benar-benar berjasa dan mampu memberi pengaruh terbesar dalam kehidupannya. Salah satu hal yang diajarkan Sarinah kepada Bung Karno di masa kecilnya adalah “Karno hal pertama kamu harus mencintai ibumu, lalu cintailah rakyat jelata serta  cintai manusia pada umumnya”
Setiap hari, Sarinah selalu menanamkan kata-kata seperti itu di dalam diri Soekarno. Ibarat jamu, kalimat tersebut pun menjadi sesuatu yang wajib diberikan kepada Soekarno. Sarinah selalu mengatakan kata-kata seperti itu di pagi hari, sore hari bahkan di malam hari. Ketika Soekarno hendak menikmati sarapan pagi, hingga ketika Soekarno hendak makan malam.
Maka tidak berlebihan bila Bung Karno selalu menganggap bahwa apa yang diberikan oleh Sarinah tersebut adalah modal utamanya dalam bersikap. Karena dari Sarinah lah Bung Karno mendapat pelajaran budi pekerti tentang hidup, tentang bagaimana mencintai dan menghargai orang yang selama ini mencintai kita?, Tidaklah berlebihan bila para sejarawan juga berpendapat bahwa nilai sopan santun dan tata krama seorang Bung Karno berasal dari seorang pengasuh bayi yang bernama Sarinah.
Karena kedekatan Bung Karno dengan Sarinah inilah yang membuat Bung Karno merangkum segala petuah-petuah Sarinah ke dalam bukunya “Sarinah: Kewadjiban Wanita Dalam Perduangan Republik Indonesia.” Selain itu karena begitu hormatnya Bung Karno kepada Sarinah, Bung Karno pun mengabadikan nama Sarinah sebagai salah satu pusat perbelanjaan terbesar pertama.
Tak hanya itu, nama Sarinah juga diabadikan sebagai nama sebuah majalah wanita yang dulu cukup populer dan selalu dicari-cari. Hal yang lebih menarik lagi adalah, nama Sarinah juga diabadikan dalam sebuah langgam jawa yang dipopulerkan oleh Waldjinah yang berjudul “ O Sarinah.” Adapun penggalan liriknya adalah sebagai berikut:
Sarinah ayu
Awak’ e lemu
Ngguya ngguyu
Opo gelem nah karo aku
Soekarno memang bukan pria sembarangan. Dia begitu menghormati dan mencintai wanita.  Tidak hanya bagi para isterinya, rasa hormat tersebut juga ia tujukan pada wanita-wanita pada umumnya, terlebih bagi mereka yang selalu mendukung kerja keras suami mereka. Tanpa para isteri, suami-suami di pelosok dunia mana pun tak kan kuat bertahan dalam kerasnya perjuangan hidup. Maka jangan heran, bila Bung Karno selalu menulis buku untuk para isterinya sebagai rasa hormat dan rasa terima kasihnya. Dan jangan heran pula bila Soekarno menulis buku tentang wanita Indonesia yang dipersembahkannya untuk Sarinah, mengingat jasa Sarinah yang sudah membuat sosok Soekarno menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.

Selasa, 24 Oktober 2006

Soekarno, Sang Guru Bangsa


Tidak berlebihan rasanya bila predikat sebagai “Guru Bangsa” kita sematkan kepada beliau, Ir. Soekarno. Selain itu, Bung Karno juga merupakan sang pencetus komunikator. Orang yang bisa mengajarkan kita bagaimana menghadapi audience dan berlagak seperti singa di atas podium yang bisa membakar semangat orang-orang yang mendengarkan pidato kita. Kita harus mengakui, bahwa pendidikan dan tauladan seperti itu sulit kita dapatkan di zaman sekarang.
Sebagaimana seorang guru professional pada umumnya, Bung Karno benar-benar memiliki segudang kemampuan untuk menyihir muridnya untuk mendengarkan materi yang ia sampaikan. Selain itu, Bung Karno juga mahir dalam menyampaikan gagasan-gagasan penting dengan lancar, penuh imajinasi, dan komunikatif. Bung Karno juga mampu menyampaikan topik-topik bahasan yang sebenarnya berat dan berbobot tinggi menjadi encer, ringan, mudah dipahami dan juga mudah dicerna oleh masyarakat luas.
Sebagai salah satu contohnya adalah ketika Bung Karno menyampaikan materi secara berkala pada tahun 1958 – 1959. Saat itu, Bung Karno dengan terperinci dan jelas menyampaikan sila demi sila dari Pancasila. Dengan sabar, beliau mulai mengupas satu demi satu bab tentang ideologi kebangsaan tersebut. Bung Karno mampu menanamkan bahwa Pancasila lebih dari sekadar pandangan hidup negera kita ini, tapi juga bisa kita jadikan sebagai alat pemersatu bangsa. Selanjutnya, Bung Karno juga mampu membuat rakyat terpukau dengan materi mengenai kapitalisme.
Selain penyampaian bahasan yang langsung kepada rakyat. Bung Karno juga memilih media radio yang disiarkan secara langsung di seluruh Indonesia. Selain pandai dalam mengolah kata dan menyampaikan materi, Bung Karno juga cukup tahu bagaimana caranya mengolah suara yang benar. Pidatonya ketika zaman sebelum merdeka dengan zaman setelah merdeka cukup berbeda. Bila dulu, beliau selalu menyampaikan topik-topik bahasan dengan suara yang menggebu-gebu dan berapi-api, namun setelah merdeka, Bung Karno menyampaikan kuliahnya dengan nada yang jauh lebih rileks, santai dan lebih komunikatif.
Di samping itu, Bung Karno juga berkali-kali meyakinkan rakyatnya bahwa istana negara bukanlah tempat sakral yang hanya diperuntukkan bagi presiden maupun pejabat pemerintahan, namun istana negara juga “rumahnya rakyat”, sehingga mereka bisa dengan bebas memasuki wilayah istana negara. Bahkan, Bung Karno juga menyatakan bahwa istana negara bisa menjadi sekolah atau tempat rakyat untuk belajar banyak hal.
Bung Karno berpendapat bahwa tidak selalu rakyat yang harus belajar dari pemerintah, tapi juga pemerintah yang harus belajar dari rakyat, sehingga pemerintah tahu apa-apa saja yang sedang dialami oleh rakyatnya dan apa-apa saja yang selama ini menjadi aspirasi (keinginan) rakyat. Bukankah memang seperti itu seharusnya?, karena negara ini dibayar oleh rakyat melalui pajak dan sebagainya, maka sudah wajar rasanya bila pemerintah juga memberikan hak rakyatnya. Seperti itulah yang dimaksud pemerintahan yang menakjubkan.
Teori dan praksis
Bung Karno mengakui bahwa di dalam penyampaian ide-idenya, ia sering mengambil ide atau pikiran dari negarawan-negarawan lainnya seperti Renan, Confusius, Gandhi, atau Marx. Hal itu dilakukannya bukan karena Bung Karno gemar meniru pikiran barat, melainkan karena ia ingin menanamkan semangat belajar kepada para rakyatnya. Bung Karno selalu ingin rakyat Indonesia tumbuh menjadi rakyat yang berpendidikan luas, rakyat yang mampu mengadopsi ilmu-ilmu dari berbagai sumber, tidak hanya dari presidennya sendiri melainkan dari sumber lainnya, sekalipun sumber tersebut datang dari orang yang belum mereka kenal.
Ilmu yang Bung Karno sampaikan tidak selalu berkaitan dengan kepemerintahan, beliau juga pernah menyampaikan hal-hal seputar pertanian. Hal tersebut menandakan bahwa Soekarno sangat perhatian dengan rakyat jelata. Bung Karno memang terkenal dengan sifat empati dan simpatinya sehingga beliau selalu ingin melepaskan rakyat Indonesia dari belenggu kemiskinan dan ketidakadilan.
Siapa bilang bahwa seorang guru pun tidak perlu belajar?. Bung Karno selalu belajar banyak hal. Selain dari buku dan para negarawan dunia, Bung Karno juga belajar langsung dari rakyatnya. Beliau tidak ingin hanya tahu keadaan rakyatnya dari berita-berita di radio, tapi beliau ingin turun langsung ke lapangan dan belajar banyak dari rakyat Indonesia. Baginya retorika memperjuangkan rakyat yang tidak disertai perjumpaan-perjumpaan langsung dengan rakyat adalah omong kosong belaka.
Turunnya Sang Presiden ke masyarakat langsung bisa dibilang sebagai salah satu wujud nyatanya bahwa sebuah pendidikan tidak selalu berupa teori, ada kalanya kita juga harus turun langsung ke masyarakat untuk tahu sumber ilmu yang sebenarnya.
Bung Karno tak pernah berhenti dalam mempererat hubungan antara teori dan praksis, refleksi dan aksi. Mungkin inilah salah satu yang membedakan Bung Karno dengan para pemimpin lainnya, baik itu para pemimpin di zamannya maupun para pemimpin sesudahnya.
Dekrit 5 Juli 1959
Dekrit Presiden 1959 muncul karena kegagalan Badan Konstituante saat itu dalam menetapkan UUD baru untuk menggantikan UUDS 1950. Pada saat itu, anggota konstituante mulai bersidang dari 10 November 1956. Namun praktiknya, hingga tahun 1958, anggota konsituante tersebut belum juga mampu merumuskan UUD yang diharapkan. Sementara itu, kebanyakan masyarakat meminta agar kembali kepada UUD 1945.
Untuk menanggapi permintaan rakyat tersebut, Presiden Soekarno lantas segera mengadakan sidang Konstituante pada 22 April 1959. Dalam sidang tersebut juga diadakan pemungutan suara yang diselenggarakan pada 30 Mei 1959. Adapun hasil dari pemungutan suara tersebut adalah 269 suara menyetujui UUD 1945 dan 199 suara lainnya tidak setuju. Karena dirasa belum mencukupi syarat, maka pemungutan suara yang kedua pun diadakan pada 1 dan 2 Juni 1959. Namun, pemungutan yang kedua ini pun belum bisa mencapai kata sepakat. Akhirnya, konstituante memutuskan reses (masa perhentian sidang) yang ternyata menjadi akhir dari usaha dalam menyusun UUD.
Akhirnya, pada 5 Juli 1959 dikeluarkanlah Dekrit Presiden yang isinya adalah pembubaran Badan Konstituante hasil Pemilu 1955 dan penggantian undang-undang dasar dari UUD Sementara 1950 ke UUD 1945.
Demokrasi Terpimpin
Lahirnya demokrasi terpimpin ini berawal dari maklumat Drs. H Muhammad Hatta sebagai wakil presiden waktu itu. Bung Hatta saat itu menyampaikan tentang perlu adanya pembentukan partai-partai di Indonesia. Ternyata, maklumat Bung Hatta tersebut mendapatkan sambutan yang cukup meriah dari rakyat Indonesia. Hal tersebut terbukti dengan lahirnya sekitar 40 partai saat itu. Namun ternyata, hal tersebut tidak serta merta menambah suburnya sistem Demokrasi di Indonesia. Buktinya, kabinet-kabinet yang terpilih saat itu tidak ada yang bisa bertahan sampai 2 tahun, sehingga harus selalu terjadi perombakan-perombakan dengan kabinet yang baru.
Menurut penilaian Bung Karno, banyaknya partai hanya memperkeruh masalah dan bisa saja menjadi pemicu konflik baru, penyebab perpecahan dan sebagainya. Kondisi yang seperti itulah yang akhirnya memaksa Soekarno untuk menerapkan “Demokrasi terpimpin” dengan dukungan militer untuk mengambil alih kekuasaan.
Menurut UUD 1945, demokrasi terpimpin adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Tentu saja, dalam hal ini kekuasaan tertinggi berada di tangan MPR.

Sabtu, 21 Oktober 2006

Bung Karno Di Mata Dunia


Bung Karno sebagai Icon Nasionalis tidak bisa diragukan lagi. Sosoknya yang sangat revolusioner membuat beberapa negara asing mengaguminya. Pada saat itu, Bung Karno menjadi figur yang cukup terkenal, baik di negeri sendiri hingga negara-negara barat.
Salah satu yang membuat namanya melambung begitu tinggi adalah pidatonya yang berjudul To Build The World Anew (Untuk Membangun Dunia Yang Baru). Pidato yang sangat melegenda itu dikeluarkan pada pidato Bung Karno di depan Sidang Umum PBB tanggal 30 September 1960. Dalam pidato yang bisa dibilang cukup berani tersebut, Bung Karno menggugat tatanan dunia yang didominasi peradaban kapitalisme. Dari pidato tersebutlah, nama Bung Karno kian melambung tinggi.
Dalam pidatonya tersebut, Bung Karno berusaha mengajak negara-negara anggota PBB untuk turut serta dalam memperjuangkan nasib negara Asia Afrika. Dalam pidato tersebut, Bung Karno juga mengkritik negara-negara besar yang hendak meneruskan kepemimpinan mereka di dunia secara eksklusif dan mengajak seluruh hadirin diforum PBB itu untuk bersama-sama “Menyusun Pembaharuan Dunia”. Tentu saja, pidato Bung Karno tersebut merupakan sebuah tamparan bagi negara-negara yang menganut paham kapitalis. Itulah sebabnya, setelah Bung Karno menyampaikan pidatonya yang berdurasi hampir satu jam tersebut, banyak sekali anggota DPR yang bertepuk tangan, memberikan applause untuk kecerdasan pola pikir Bung Karno yang selalu mengutamakan negara-negara miskin atau tertinggal.
Nama Bung Karno pun menjadi salah satu nama yang cukup disegani saat itu. Maka dari itu, jangan heran bila ada foto-foto dan dokumen sejarah yang menunjukkan kebersamaannya bersama tokoh-tokoh dunia, seperti John F. Kennedy, Fidel Castro, Richard Nixon, Kaisar Hirohito, Pandit Jawaharlal Nehru, Gamal Abdul Nasser dan lain sebagainya. Bahkan, artis cantik dan terkenal Marlyn Monroe sekalipun rela membatalkan show-nya, hanya untuk bertemu dengan sang orator, Bung Karno.
Kehebatan Bung Karno benar-benar “mengaum” laksana suara singa yang menggemparkan dunia. Profil Soekarno pernah dimuat dalam majalah Time dan beberapa majalah lainnya. Tidak hanya itu saja, Philipina pernah menjadikan gambar Bung Karno sebagai
gambar perangko. Dalam perangko tersebut, Bung Karno digambarkan sedang berjabat tangan dengan Presiden Philipina saat itu, yaitu Presiden Quirino.
Dari fakta-fakta tersebut, sudah jelas bahwa Indonesia bukan negara kecil. Sejarah mencatatkan peran Indonesia di Dunia. Lalu pertanyaannya, siapakah kiranya yang akan menjadi penerus pemimpin yang berkaharisma dan berwawasan luas serta penuh empati dan simpati seperti Bung Karno ?