Penulis buku “Fatmawati Sukarno, The First Lady” sempat
menambahkan dalam tulisannya bahwa “Sukarno, mungkin satu-satunya presiden
termiskin di dunia. Semasa hidupnya, ia hanya memiliki satu rumah di Batutulis,
Bogor. Untuk melukiskan “kemiskinannya”, kepada Cindy Adams, Bung Karno pernah
bertutur, “Dan, adakah kepala negara lain yang lebih melarat dari aku, dan
sering meminjam-minjam (uang) dari ajudannya?”….
Wow!, sebuah hal langka yang sangat kecil kemungkinannya bila
terjadi di era sekarang, di mana sebagian besar pemimpin justru asyik
“menebalkan” dompet dan memperkaya diri mereka sendiri-sendiri. Mari sejenak
kita lihat seberapa miskinkah presiden pertama kita dulu.
Selama menjabat sebagai presiden, Bung Karno memang menetap di
istana, sebagaimana presiden-presiden kita sekarang. Istana tersebut tentunya
merupakan milik negara. Sementara itu, Bung Karno sendiri tercatat hanya
memiliki sebuah rumah di Batu Tulis, Bogor. Adapun untuk rumah-rumah yang lain,
ia belikan untuk istri-istrinya.
Rumah beliau yang berada di Batu Tulis pun, selengsernya Bung Karno
langsung disita oleh Sekretariat Negara. Sebenarnya, hal ini merupakan sesuatu
yang sangat aneh sekali. Tidak pernah diketahui apakah alasanya mengapa satu-satunya
rumah milik pribadi Bung Karno diambil oleh negara.
Penderitaan Bung Karno tidak hanya berhenti di situ saja. Ketika
beliau “diasingkan” oleh rezim baru, pemerintah Indonesia saat itu hanya
mendata tentang barang-barang yang raib saja, tanpa memberikan ganti yang
berarti.
Sementara itu, nasib buruk juga menimpa putera-puteri Bung Karno.
Mereka tidak pernah mendapatkan harta warisan dari ayahnya yang layak. Bahkan
untuk hidup saja, mereka harus bekerja. Guntur Soekarno Putra harus berhenti
sekolah untuk membantu sang bunda. Mega, Rachma dan Sukma hidup bersama
suaminya. Mereka masih sering berkumpul di rumah ibunya, di Jl. Sriwijaya 26,
Jakarta Selatan. Selain itu, kehidupan Fatmawati pun sangat jauh dari kesan
“mewah”, walaupun beliau adalah janda presiden, mantan first lady negara ini.
Sebuah kisah nyata yang memilukan pun juga terjadi di kediaman Bung
Karno sendiri. Ketika hujan deras, air pun masuk karena atap yang bocor.
Beberapa bagian langit-langit rumahnya pun terlihat rapuh dan rusak parah.
Perlu untuk diketahui, sebagai janda presiden, Fatmawati tidak menerima
tunjangan barang sepeser pun. Ia, baru menerima tunjangan resmi dari negara, pada
bulan Juni 1979, tepatnya sembilan tahun setelah wafatnya sang presiden,
Sukarno.
Pada tahun 1972, rumah Fatmawati di Jalan Sriwijaya harus
ditinggalkannya karena tak kuat dalam menanggung biaya perawatan rutin rumah
tersebut. Fatmawati terpaksa mengontrakan rumah yang telah menemaninya bertahun-tahun,
di dalam suka dan duka maupun di saat-saat kesedihan dan juga kesepiannya. Uang
kontrakan tersebutlah yang digunakan Fatmawati untuk menghidupi
putera-puterinya, seperti untuk membiayai Guruh kuliah di Belanda. Sementara
itu, Fatma tinggal bersama ibunya di di Jalan Cilandak V, Jakarta Selatan. Sebuah
lokasi yang tak jauh sekarang terkenal dengan Rumah Sakit Fatmawati. Namun saat
itu, jalan menuju rumahnya sempit dan berlumpur.
Soekarno, The Simple Man
Bila berbicara mengenai pola hidup seorang presiden yang sederhana,
maka hal tersebut tidak akan terlepas oleh dua sosok, yaitu Mahmoud Ahmadinejad
(Presiden Irak) dan juga Soekarno. Kehidupan kedua presiden tersebut memang
sangat jauh dari kesan mewah dan glamor, sangat berbeda dengan
pemimpin-pemimpin negara pada umumnya.
Bung Karno memang memiliki kebiasaan makan yang sangat sederhana
sekali. Meskipun berada di sebuah istana yang serba ada, namun Bung Karno
selalu makan hanya dengan menggunakan tangan saja, tanpa sendok, garpu maupun
pisau. Beliau jarang sekali makan daging, melainkan cukup hanya dengan nasi
semangkuk kecil, sayur lodeh atau sayur asam, sambal dan telor mata sapi atau
ikan asin. Benar-benar sederhana bukan?. Ketika beliau makan sambal, Bung Karno
tidak pernah memindah sambal ke dalam piringnya, melainkan ia memakan langsung
dari cobeknya. Benar-benar menu rakyat biasa. Di samping itu, Bung Karno juga
sangat menyukai kopi tubruk, sayur daun singkong, sawo, dan pisang. Ketika
selesai makan, beliau tak lupa mengeluarkan sebatang rokok States Express (“555″).
Sebuah kejadian unik pernah dialami oleh Letnan Soetikno, seorang
pembantu ajudan Presiden dan juga Mangil. Pada suatu hari, mereka berdua diajak
makan oleh Bung Karno. Tentu saja mereka tidak menolak ajakan tersebut, satu
kebanggaan bisa makan bersama orang nomor satu di Indonesia, pikir mereka
tentunya. Namun, mereka berdua terlihat kaget ketika melihat menunya yang cukup
sederhana sekali, satu mangkuk kecil nasi, sayur daun singkong, sambal dan juga
ikan asin. Keanehan berikutnya terjadi ketika mereka bertiga makan. Pada saat
itu, Soetikno beserta Mangil makan dengan sendok dan garpu sementara Bung Karno
cukup dengan tangannya, wow!....benar-benar kehidupan yang merakyat.
Selain dari kebiasaan makan beliau, kesederhanaan Bung Karno juga
bisa kita lihat pada cara berpakaian beliau yang benar-benar sederhana. Beliau
jarang beli pakaian baru, apabila pakaian yang sobek dirasa masih bisa dipakai,
maka Bung Karno cukup menjahitnya saja.