Kamis, 23 November 2006

Bung Karno dan Ratna Sari Dewi


Sebuah surat kabar terbitan Amerika pernah memuat sebuah artikel tentang sepak terjang Bung Karno dalam masalah percintaanya. Dalam surat kabar tersebut tertulis bahwa Bung Karno gemar melirikkan mata kepada wanita-wanita yang cantik jelita. Setelah membaca tulisan tersebut, Bung Karno pun menyangkal berita itu dengan berkata, “Yang benar adalah, Bung Karno menatap setiap perempuan cantik dengan kedua bulatan matanya….” Ia mengagumi setiap bentuk keindahan. Ia menarik nafas dalam-dalam setiap menatap hamparan pemandangan negerinya yang molek. Ia mengagungkan asma Allah setiap melihat wanita cantik ciptaanNya.”
Bung Karno selalu menempatkan wanita-wanita yang ia cintai di dalam tempat yang begitu mulia di hatinya. Sebut saja, Inggit Ganarsih yang selalu dipuji-puji sebagai seorang wanita yang gigih, penyayang dan tak pernah berhenti mendukung beliau pada masa pergerakkan. Sedangkan untuk Fatmawati, Bung Karno juga memberikan pujian tinggi sebagai penopang semangat ketika awal-awal berdirinya negara Indonesia ini.
Lalu bagaimana dengan Hartini? Bung Karno pun juga memujinya sebagai seorang wanita yang pandai membuat sayur lodeh yang paling enak. Di samping itu, kesadaran Hartini sebagai “madu” dalam pernikahan Bung Karno, membuat ia mengerti posisinya dan dengan mudah beradaptasi menjadi isteri yang begitu berbakti. Kesetiaan Hartini yang telah menemani Bung Karno hingga di akhir usianya itulah yang membuat Bung Karno menulis dalam salah satu surat wasiatnya bahwa ia ingin dimakamkan bersebelahan dengan Hartini.
Demikian juga dengan Naoko Nemoto? Bagi Bung Karno, seorang Naoko Nemoto adalah geisha yang begitu sempurna. Naoko memang terlahir dengan satu keistimewaan, yaitu kecantikannya yang begitu mempesona. Hal tersebutlah yang membuat Bung Karno tak tahan bila berjauhan dengan Naoko. Selain itu, kecantikan Naoko seperti sihir yang membuat Bung Karno tak kuasa meredam gelora cintanya yang berkobar-kobar.
Siapakah sebenarnya Naoko Nemoto ini?. Naoko adalah seorang gadis Jepang yang lahir pada 6 Februari 1940. Ia adalah puteri ketiga seorang pekerja bangunan di Tokyo. Naoko terlahir dari keluarga yang sangat sederhana. Hal tersebutlah yang membuat Naoko harus bekerja keras sebagai seorang pramuniaga di perusahaan asuransi jiwa Chiyoda, sampai ia lulus sekolah lanjutan pertama pada tahun 1955.
Setahun kemudian, Naoko mendaftarkan dirinya sebagai seorang geisha (seniman-penghibur (entertainer) tradisional Jepang) Akasaka’s Copacabana yang megah. Ia menjadi seorang geisha di salah satu kelab malam favorit yang sering dikunjungi para tamu asing, salah satunya adalah Bung Karno. Di klub malam inilah, Bung Karno bertemu dengan Naoko pada 16 Juni 1959. Bertemu Naoko, dan lagsung jatuh cinta. Kemudian, Bung Karno juga bertemu dengan Naoko ketika beliau menginap di hotel Imperial.
Setelah kunjungannya tersebut, ia selalu teringat akan kecantikan Naoko. Sepertinya, hatinya berada di Tokyo, walaupun raganya berada di Jakarta. Kemudian, Bung Karno pun menuliskan isi hatinya melalui surat-surat cinta. Keberuntungan saat itu berpihak kepada Bung Karno, karena cintanya pun terbalas juga. Bung Karno bisa mengetahui semua itu dari surat balasan Naoko.
Tak lama kemudian, Bung Karno segera melayangkan undangan kepada Naoko untuk berkunjung ke Indonesia. Tidak hanya itu saja, Bung Karno juga menemaninya dalam salah satu perjalanan wisata ke Pulau Dewata, Bali. Selama kebersamaan tersebutlah, benih-benih cinta makin tumbuh subur bersemi di dalam hati keduanya. Rasa bangga Naoko pun tidak bisa tergambarkan lagi ketika Bung Karno meminangnya. Saat itulah, Bung Karno secara resmi merubah nama Naoko menjadi Ratna Sari Dewi, atau biasa juga disebut dengan Dewi Soekarno.
Dari pernikahannya tersebut, lahirlah seorang gadis cantik yang diberi nama Kartika Sari Dewi atau akrab disapa Karina.  
Keroncong Bengawan Solo
Salah satu kenangan dalam kisah cinta Bung Karno dengan Ratna Sari Dewi adalah lagu Bengawan Solo.
Dikisahkan bahwa, ketika Bung Karno mengunjungi Jepang di tahun 1959, Bung Karno berkenalan dengan seorang gadis yang cantik jelita, berkulit putih yang halus dan juga mulus. Gadis tersebut bernama Naoko yang bekerja sebagai seorang geisha. Seperti geisha pada umumnya, Naoko pun harus bisa menghibur tamu-tamu yang mengunjungi klub dia bekerja. Walaupun porsi kerja bisa dibilang semacam gundik, selir ataupun simpanan para politikus, pejabat dan sebagainya, namun mereka tidak bisa dikatakan sebagai seorang pelacur.
Bersama Masao Kubo (seorang direktur utama Tonichi Inc, sebuah perusahan yang berkembang di Asia saat itu) Bung Karno pun juga bertandang di klub tempat Naoko bekerja. Sebenarnya, Masao Kubo sudah mempersiapkan semuanya lebih awal, ia mengatakan kepada para geisha bahwa seorang presiden terbesar di Indonesia akan singgah di klub ini. Jadi, para geisha harus siap melayani beliau. Pada kesempatan itulah, Naoko menyanyikan sebuah lagu keroncong yang berjudul Bengawan Solo, sebuah lagu yang lahir dari kreativitas Gesang. Saat itulah, Bung Karno merasa semakin terkagum-kagum dengan sosok Naoko.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar