Sebuah
surat kabar terbitan Amerika pernah memuat sebuah artikel tentang sepak terjang
Bung Karno dalam masalah percintaanya. Dalam surat kabar tersebut tertulis
bahwa Bung Karno gemar melirikkan mata kepada wanita-wanita yang cantik jelita.
Setelah membaca tulisan tersebut, Bung Karno pun menyangkal berita itu dengan
berkata, “Yang benar adalah, Bung Karno menatap setiap perempuan cantik
dengan kedua bulatan matanya….” Ia mengagumi setiap bentuk keindahan. Ia
menarik nafas dalam-dalam setiap menatap hamparan pemandangan negerinya yang
molek. Ia mengagungkan asma Allah setiap melihat wanita cantik ciptaanNya.”
Bung
Karno selalu menempatkan wanita-wanita yang ia cintai di dalam tempat yang
begitu mulia di hatinya. Sebut saja, Inggit Ganarsih yang selalu dipuji-puji
sebagai seorang wanita yang gigih, penyayang dan tak pernah berhenti mendukung
beliau pada masa pergerakkan. Sedangkan untuk Fatmawati, Bung Karno juga
memberikan pujian tinggi sebagai penopang semangat ketika awal-awal berdirinya
negara Indonesia ini.
Lalu
bagaimana dengan Hartini? Bung Karno pun juga memujinya sebagai seorang wanita
yang pandai membuat sayur lodeh yang paling enak. Di samping itu, kesadaran
Hartini sebagai “madu” dalam pernikahan Bung Karno, membuat ia mengerti
posisinya dan dengan mudah beradaptasi menjadi isteri yang begitu berbakti.
Kesetiaan Hartini yang telah menemani Bung Karno hingga di akhir usianya itulah
yang membuat Bung Karno menulis dalam salah satu surat wasiatnya bahwa ia ingin
dimakamkan bersebelahan dengan Hartini.
Demikian
juga dengan Naoko Nemoto? Bagi Bung Karno, seorang Naoko Nemoto adalah geisha
yang begitu sempurna. Naoko memang terlahir dengan satu keistimewaan, yaitu kecantikannya
yang begitu mempesona. Hal tersebutlah yang membuat Bung Karno tak tahan bila
berjauhan dengan Naoko. Selain itu, kecantikan Naoko seperti sihir yang membuat
Bung Karno tak kuasa meredam gelora cintanya yang berkobar-kobar.
Siapakah
sebenarnya Naoko Nemoto ini?. Naoko adalah seorang gadis Jepang yang lahir pada
6 Februari 1940. Ia adalah puteri ketiga seorang pekerja bangunan di Tokyo. Naoko
terlahir dari keluarga yang sangat sederhana. Hal tersebutlah yang membuat Naoko
harus bekerja keras sebagai seorang pramuniaga di perusahaan asuransi jiwa
Chiyoda, sampai ia lulus sekolah lanjutan pertama pada tahun 1955.
Setahun
kemudian, Naoko mendaftarkan dirinya sebagai seorang geisha
(seniman-penghibur (entertainer) tradisional Jepang) Akasaka’s Copacabana yang
megah. Ia menjadi seorang geisha di salah satu kelab malam favorit yang sering
dikunjungi para tamu asing, salah satunya adalah Bung Karno. Di klub malam
inilah, Bung Karno bertemu dengan Naoko pada 16 Juni 1959. Bertemu Naoko, dan lagsung
jatuh cinta. Kemudian, Bung Karno juga bertemu dengan Naoko ketika beliau
menginap di hotel Imperial.
Setelah
kunjungannya tersebut, ia selalu teringat akan kecantikan Naoko. Sepertinya,
hatinya berada di Tokyo, walaupun raganya berada di Jakarta. Kemudian, Bung
Karno pun menuliskan isi hatinya melalui surat-surat cinta. Keberuntungan saat
itu berpihak kepada Bung Karno, karena cintanya pun terbalas juga. Bung Karno
bisa mengetahui semua itu dari surat balasan Naoko.
Tak lama
kemudian, Bung Karno segera melayangkan undangan kepada Naoko untuk berkunjung
ke Indonesia. Tidak hanya itu saja, Bung Karno juga menemaninya dalam salah
satu perjalanan wisata ke Pulau Dewata, Bali. Selama kebersamaan tersebutlah, benih-benih
cinta makin tumbuh subur bersemi di dalam hati keduanya. Rasa bangga Naoko pun
tidak bisa tergambarkan lagi ketika Bung Karno meminangnya. Saat itulah, Bung
Karno secara resmi merubah nama Naoko menjadi Ratna Sari Dewi, atau biasa juga
disebut dengan Dewi Soekarno.
Dari
pernikahannya tersebut, lahirlah seorang gadis cantik yang diberi nama Kartika
Sari Dewi atau akrab disapa Karina.
Keroncong Bengawan Solo
Salah
satu kenangan dalam kisah cinta Bung Karno dengan Ratna Sari Dewi adalah lagu
Bengawan Solo.
Dikisahkan
bahwa, ketika Bung Karno mengunjungi Jepang di tahun 1959, Bung Karno berkenalan
dengan seorang gadis yang cantik jelita, berkulit putih yang halus dan juga
mulus. Gadis tersebut bernama Naoko yang bekerja sebagai seorang geisha. Seperti
geisha pada umumnya, Naoko pun harus bisa menghibur tamu-tamu yang mengunjungi
klub dia bekerja. Walaupun porsi kerja bisa dibilang semacam gundik, selir
ataupun simpanan para politikus, pejabat dan sebagainya, namun mereka tidak
bisa dikatakan sebagai seorang pelacur.
Bersama
Masao Kubo (seorang direktur utama Tonichi Inc, sebuah perusahan yang
berkembang di Asia saat itu) Bung Karno pun juga bertandang di klub tempat
Naoko bekerja. Sebenarnya, Masao Kubo sudah mempersiapkan semuanya lebih awal,
ia mengatakan kepada para geisha bahwa seorang presiden terbesar di Indonesia
akan singgah di klub ini. Jadi, para geisha harus siap melayani beliau. Pada
kesempatan itulah, Naoko menyanyikan sebuah lagu keroncong yang berjudul
Bengawan Solo, sebuah lagu yang lahir dari kreativitas Gesang. Saat itulah,
Bung Karno merasa semakin terkagum-kagum dengan sosok Naoko.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar