“Untuk membangun suatu Negara yang Demokratie, maka satu ekonomi
yang Merdeka harus dibangun. Tanpa ekonomi yang Merdeka, tak mungkin kita
mencapai kemerdekaan, tak mungkin kita tetap hidup”. [Pidato HUT
Proklamasi, 1963]
Suatu bangsa hanyalah menjadi kuat kalau patriotismenya meliputi
patriotisme ekonomi. Ini memang jalan yang benar ke arah kekuatan bangsa, jalan
yang jujur, jalan yang tepat. [Pidato HUT Proklamasi, 1963]
Saya katakan bahwa cita-cita kita dengan keadilan sosial ialah satu
masyarakat yang adil dan makmur, dengan menggunakan alat-alat industri,
alat-alat tehnologi yang sangat modern. Asal tidak dikuasai oleh sistem
kapitalisme. [Pancasila sebagai dasar negara hlm. 115 ]
Ekonomi Indonesia akan bersifat Indonesia, sistem politik Indonesia
akan bersifat Indonesia, masyarakat kami akan bersifat Indonesia, dan semuanya
itu akan didasarkan kokoh kuat atas warisan kulturil dan spiritual bangsa kami
Beograd. Warisan itu dapat dipupuk dengan bantuan dari luar, dari seberang lautan, akan tetapi bunganya dan buahnya akan
memiliki sifat-sifat kami Beograd. Maka janganlah tuan-tuan mengharapkan, bahwa
setiap bentuk bantuan yang tuan berikan akan menghasilkan cerminan dari diri
tuan-tuan Beograd. [Pidato HUT Proklamasi, 1963]
Kalau bangsa-bangsa yang hidup di padang pasir yang kering dan
tandus bisa memecahkan persoalan ekonominya kenapa kita tidak? Kenapa tidak?
Coba pikirkan !
1.
Kekayaan alam
kita yang sudah digali dan yang belum digali, adalah melimpah-limpah.
Tenaga kerjapun melimpah-limpah, di mana kita berjiwa 100 juta manusia.
Tenaga kerjapun melimpah-limpah, di mana kita berjiwa 100 juta manusia.
2.
Rakyat
indonesia sangat rajin, dan memiliki ketrampilan yang sangat besar, Ini diakui
oleh semua orang di luar negeri.
3.
Rakyat memiliki
jiwa Gotong-royong, dan ini dapat dipakai sebagai dasar untuk mengumpulkan
Funds and forces.
4.
Ambisi daya
cipta Bangsa Indonesia sangat tinggi di bidang politik tinggi, di bidang sosial
tinggi, di bidang kebudayaan tinggi, tentunya juga di bidang ekonomi dan
perdagangan.
5.
Tradisi Bangsa
lndonesia bukan tradisi, “tempe”. Kita di zaman purba pernah menguasai
perdagangan di seluruh Asia Tenggara, pernah mengarungi lautan untuk berdagang
sampai ke Arabia atau Afrika atau Tiongkok.
[Pidato HUT Proklamasi, 1963]
Kita
bangsa besar, kita bukan bangsa tempe. Kita tidak akan mengemis, kita tidak
akan minta-minta apalagi jika bantuan-bantuan itu diembel-embeli dengan syarat
ini syarat itu ! Lebih baik makan gaplek tetapi merdeka, dari pada makan bestik
tetapi budak. [Pidato HUT Proklamasi, 1963]
Dan
sejarah akan menulis: di sana di antara benua Asia dan Australia,antara Lautan
Teduh dan Lautan Indonesia, adalah hidup satu bangsa yang mula-mula mencoba
untuk kembali hidup sebagai bangsa, tetapi akhirnya kembali menjadi satu kuli
di antara bangsa-bangsa kembali menjadi : een natie van koelies, en een kolie
onder de naties. Maha Besarlah Tuhan yang membuat kita sadar kembali sebelum
kasip.
[Pidato HUT Proklamasi, 1963]
Rakyat padang pasir bisa hidup-masa kita tidak
bisa hidup! Rakyat Mongolia (padang pasir juga) bisa hidup masa kita tidak bisa
membangun satu masyarakat adil-makmur gemah ripah loh jinawi, tata tentram
kertaraharja, di mana si Dullah cukup sandang, cukup pangan, si Sarinem cukup
sandang, cukup pangan? Kalau kita tidak bisa menyelenggarakan sandang-pangan di
tanah air kita yang kaya ini, maka sebenarnya kita Beograd yang tolol, kita
Beograd yang maha tolol. [Pidato
Konperensi Kolombo Plan di Yogyakarta th. 1953]
Seorang Marhaen adalah orang yang mempunyai
alat yang sedikit. Bangsa kita yang puluhan juta jiwa yang sudah dimelaratkan,
bekerja bukan untuk orang lain dan tidak ada orang bekerja untuk dia.
Marhaenisme adalah Sosialisme Indonesia dalam praktek. [Bung Karno penyambung lidah rakyat, hlm.
85]
Sosialisme berarti adanya paberik yang
kolektif: Adanya industrialism yang kolektif. Adanya produksi yang kolektif.
Adanya distribusi yang kolektif. Adanya pendidikan yang kolektif.
[Kepada bangsaku, hlm. 381]
[Kepada bangsaku, hlm. 381]
Masyarakat keadilan sosial bukan saja meminta
distribusi yang adil, tetapi juga adanya produksi yang secukupnya. [Pidato HUT Proklamasi, 1950]
Tokoh diberi hak atau tidak
diberi hak, tiap-tiap bangsa tidak boleh tidak, pasti akhirnya bangkit
menggerakkan tenaganya, kalau ia sudah terlalu merasakan celakanya diri
teraniaya oleh satu daya angkara murka. Jangan lagi manusia, jangan lagi bangsa
walau cacingpun tentu bergerak berkelegut-kelegut kalau merasakan sakit.
(Indonesia menggugat, hlm. 09)
Maka karena itu jikalau kita memang betul-betul
mengerti, mengingat dan mencintai rakyat Indonesia, marilah kita terima prinsip
hal sociale rechvaardigheid ini yaitu bukan saja persamaan politik, harus
mengadakan persamaan, artinya kesejahteraan bersama. [Pidato lahirnya Pancasila 1 Juni 1945]
Untuk menjadi “padang usaha” industrialisme,
seluruh daerah Indonesia harus “Ekonomis” satu, dan supaya ekonomisnya menjadi
satu, maka seluruh daerah Indonesia itu “Polltis” harus menjadi satu pula. [Kepada
bangsaku, hlm. 395]
Gemah ripah loh jinawi, tata tentram kerta
raharja, para kawula iyeg rumagang ing gawe, tebih saking laku cengengilan adoh
saking juti. Wong kang lumaku dagang, rinten dalu tan wonten pedote, labet saking
tan wonten sansayangi margi. Subur kang sarwa tinandur, murah kang sarwa
tinuku. Bebek ayam raja kaya enjang medal ing panggenan, sore bali ing kandange
dewe-dewe. Ucapan-dalang dari bapaknya-embahnya-buyutnya-canggahnya,
warengnya-udeg-udegnya gantung siwurnya. Bekerja bersatu padu, jauh daripada
hasut, dengki,orang berdagang siang malam tiada hentinya, tidak ada halangan di
jalan. Inipun menggambarkan cita-cita sosialisme. [Pidato Hari Ibu 22 Desember 1960]
Indonesia Merdeka hanyalah
suatu jembatan walaupun jembatan emas di seberang jembatan itu jalan pecah dua:
satu ke dunia sama rata sama rasa, satu ke dunia sama ratap sama tangis. [Mencapai Indonesia Merdeka, 1933]
Dalam
hubungan Internasionalpun kemerdekaan merupakan suatu jembatan, suatu jembatan
untuk perjuangan bangsa-bangsa bagi persamaan derajat untuk pembentukan
bangsa-bangsa dan negara-negara sehingga sanggup berdiri di atas kaki Beograd,
politis, ekonomis,………” [KTT NON BLOK Beograd, 1- 9 - 1961]
Apakah
kita mau Indonesia MERDEKA, yang kaum Kapitalnya merajalela ataukah yang semua
rakyatnya sejahtera, yang semua cukup makan, cukup pakaian, hidup dalam
kesejahteraan, merasa dipangku oleh Ibu Pertiwi yang cukup memberi sandang dan
pangan?. [Pidato lahirnya Pancasila 1 Juni 1945]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar