Selasa, 04 Juli 2006

Duka Isteri-Isteri Soekarno


Setelah wafatnya sang proklamator, kedukaan pun menyelimuti negeri ini. Namun tidak hanya itu saja, dunia internasional pun turut berduka. Berbagai macam ucapan bela sungkawa menghiasi media massa waktu itu. Ada juga beberapa tokoh dan pemimpin dunia yang menyempatkan diri bertandang ke Indonesia untuk menunjukkan rasa bela sungkawanya atas meninggalnya sang mantan presiden, Soekarno. Di luar istana, banyak sekali rakyat Indonesia yang turut berbela sungkawa. Sebagian dari mereka masih ada yang menangis, sepertinya mereka masih terpukul atas meninggalnya orang yang telah melepaskan mereka dari belenggu penjajahan. Mereka masih bersedih atas meninggalnya orang yang telah membawa mereka kepada kemerdekaan.
Kedukaan tidak hanya terjadi di luar istana, di dalam istana pun air mata kesedihan masih terlihat ada di beberapa pipi keluarga besar Soekarno, termasuk para isteri Bung Karno. Kedukaan bisa terlihat jelas di wajah Hartini, seorang wanita yang dengan setia menemani Bung Karno hingga akhir hayatnya. Matanya sembap karena terlalu lama menangis. Ada juga Ratnasari Dewi yang duduk bersimpuh sambil membawa anaknya yang belum pernah dilihat oleh Soekarno.
Inggit Ganarsih, wanita tua yang pernah dinikahi Bung Karno pun turut berduka. Air mata menghiasi wajahnya yang sudah senja. Bahkan, ia nyaris pingsan karena sedih mendengar berita meninggalnya orang yang pernah dicintainya. Namun, bu Wardoyo yang merupakan kakak kandung dari Bung Karno segera memapah tubuh tua Inggit. Pada saat upacara pemakaman Soekarno, Inggit mendapat perlakuan istimewa. Ia diperkenankan untuk mendekati peti Bung Karno. Inggit juga berkesempatan untuk membisikkan sesuatu ke telinga Bung Karno. Perlahan-lahan, Inggit mendekati peti jenazah Bung Karno. Kemudian, dengan lembut Inggit pun membisikkan, “Ngkus, geuning Ngkus tehmiheulan, ku Inggit di doakeun…” (Ngkus, kiranya Ngkus mendahului, Inggit doakan….)
Sementara itu, Fatmawati hanya bisa terdiam diri di rumahnya. Ia hanya bisa menangis sambil mengurung diri di kamarnya. Semenjak pernikahan Bung Karno dengan Hartini, Fatma sudah berjanji untuk tidak akan menginjakkan kakinya lagi di Wisma Yaso. Namun, ia sempat meminta kepada Soeharto untuk mengijinkan jenazah Soekarno dimakamkan di kediamannya, di Jl. Sriwijaya, Kebayoran Baru. Namun saat itu, Soeharto segera menolak permintaan Fatmawati tersebut.
Lain Hartini, Inggit dan juga Fatma, lain pula ekspresi Ratnasari Dewi. Ia masih terpukul dengan kasus “dijatuhkannya” Soekarno oleh Soeharto. Belum lagi larangan dari tim penjaga rumah sakit ketika Ratna datang untuk menjenguk Bung Karno. Saat itu, para tentara dengan tegas mengusir Ratna yang sedang hamil tua. Di antara isteri-isteri Soekarno, memang Ratna-lah yang terkesan “vocal”. Ia pernah beradu mulut dengan ajudan Soeharto, bahkan dengan tegas Ratna pun mengkritik Soeharto melalui surat terbukanya pada 16 April 1970. Adapun isi suratnya adalah sebagai berikut;

“Tuan Soeharto, Bung Karno itu saya tahu benar-benar sangat mencintai Indonesi dan rakyatnya. Sebagai bukti bahwa meskipun ada lawannya yang berkali-kali menteror beliau, beliau pun masih mau memberikan pengampunan kalau yang bersangkutan itu mau mengakui kesalahannya. Dibanding dengan Bung Karno, maka ternyata di balik senyuman Tuan itu, Tuan mempunyai hati yang kejam. Tuan telah membiarkan rakyat, yaitu orang-orang PKI dibantai. Kalau saya boleh bertanya, ‘Apakah Tuan tidak mampu dan tidak mungkin mencegahnya dan melindungi mereka agar tidak terjadi pertumpahan darah?”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar