Selasa, 25 Juli 2006

Soekarno, Presiden Yang Terbuang


“Habis manis sepah dibuang”, mungkin pepatah tersebut pantas untuk diterapkan pada sejarah perjuangan mantan Presiden Indonesia. Bung Karno, sebuah nama yang memang indentik dengan kontroversial tersebut sudah banyak memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi negeri kita ini. Bung Karno-lah, sosok yang tak pernah berhenti mengumandangkan gaung nasionalisme dan cinta kepada tanah air. Ia jugalah yang berhasil mengeluarkan kita dari tirani kekejaman penjajah. Bung Karno lah yang selalu memperhatikan setiap aspek dari kehidupan rakyatnya, baik itu dari segi pendidikan, keamanan maupun kesejahteraan ekonomi. Puncak pengorbanan Bung Karno adalah pada 17 Agustus 1945,  sebuah momen di mana Bung Karno sudah berhasil meyakinkan ke semua negara bahwa Indonesia telah merdeka dan tidak mau dijajah lagi.
Sebagai generasi muda, tentu kita tak boleh lupa akan jasa-jasa serta perjuangan Ir. Soekarno bersama teman-teman seperjuangannya pada masa penjajahan Belanda dan Jepang di Indonesia. Kala itu, Bung Karno rela keluar masuk penjara demi mendapatkan sebuah kemerdekaan untuk Indonesia dan akhirnya keinginannya tersebut tercapai juga.
Namun sayangnya, perjuangan Bung Karno yang tulus itu harus ternodai oleh yang namanya kekuasaan. Ya, sebuah jabatan “Presiden” telah membuat orang gelap mata sehingga bisa melakukan kudeta atau menjatuhkan Bung Karno dari tahta kepresidenannya. Salah satu orang yang sering disebut sebagai pihak yang juga menghendaki kursi kepemimpinan di negeri ini adalah Soeharto. Dia lah yang selama ini selalu dituding sebagai orang yang ingin melempar Soekarno dari jabatannya sebagai seorang presiden.
Banyak sekali peristiwa memilukan yang menandai jatuhnya kepemimpinan Soekarno, salah satu di antaranya adalah kasus Supersemar dan G30S. melalui kedua perisiwa tersebut, rakyat nyaris kehilangan kepercayaannya terhadap kepemimpinan Soekarno. Sedangkan persitiwa terbesar yang membuat Soekarno terdepak dari istana negara adalah G30S.
Pada tahun1968, Soeharto resmi diangkat menjadi Presiden RI ke-2 dan Soekarno harus segera angkat kaki dari Istana Bogor. Tahukah Anda bahwa untuk berkemas-kemas, Soekarno hanya diberi waktu beberapa jam saja. Bung Karno diusir secara kasar dari istana tanpa sempat membawa barang-barangnya. Setelah keluar dari Istana Bogor, Soekarno yang saat itu ditemani oleh Hartini pun segera pindah rumah peristirahatan di Batu Tulis Bogor. Namun sayangnya, peristiwa pengusiran tersebut ternyata berdampak serius bagi Soekarno. Akhirnya beliau sering sakit-sakitan. Ketika Soekarno jatuh sakit, salah satu anaknya meminta izin kepada Soeharto untuk memindahkan bapaknya yang sudah sakit ke Jakarta.
Soeharto pun menyetuhui permintaan tersebut. Singkat cerita, akhirnya Soekarno pun segera dipindahkan ke Jakarta dan ditempatkan di Wisma Yaso (tempat tinggal Ratna Sari Dewi) dan hari itu, Bung Karno pun menjadi tahanan rumah. Kehidupan mantan orang nomor satu di Indonesia pun tak ubahnya seperti seekor burung dalam sangkar. Bung Karno tidak boleh keluar rumah, dan tidak boleh menerima tamu kecuali anak – anaknya serta Ibu Hartini selaku istri.
Hal tersebut tentu membuat kondisi Bung Karno semakin memburuk. Akhirnya, beliau segera dilarikan ke RSPAD untuk mendapatkan perawatan yang lebih intensif.
Itulah, cerita yang sangat memilukan dari seorang pahlawan. Jasanya yang begitu besar tidak seimbang dengan hari tuanya.
Masa tuanya yang sangat memperihatinkan adalah bukti bahwa pemerintah tidak menghargai perjuangan Soekarno yang tak pernah putus dalam berjuang demi kemerdekaan Indonesia. Namun yang terjadi justru berlawanan, yaitu pemerintah yang berusaha keras untuk menghilangkan ingatan masyarakat terhadap jasa-jasa Soekarno dan lebih mengekspose Soeharto.
Sebuah pemandangan yang sangat memilukan akan terlihat lagi ketika kita mengunjungi makam Bung Karno yang terpisah dari isteri-isteri dan orang-orang yang disayanginya. Sementara makam Soeharto berada dalam satu komplek pemakaman keluarga yang mewah. Ketika proses pemakamannya pun juga sangat berbeda jauh. Upacara pemakaman Soeharto dipimpin langsung oleh Bapak Presiden yang saat itu sedang menjabat, yaitu Susilo Bambang Yudhoyono. Sementara, itu dalam upacara pemakaman Bung Karno tidak dipimpin oleh seorang presiden, melainkan Panglima ABRI Letjen Maraden Panggabean.
Ada baiknya bila mulai detik ini kita biasakan untuk berdoa agar suatu hari nanti akan ada seorang presiden yang kharismatik, memiliki nasionalisme tinggi dan pemberani seperti Bung Karno.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar