Selasa, 11 Juli 2006

Misteri Wafatnya Soekarno


Meninggalnya sang proklamator kemerdekaan Indonesia, Ir. Soekarno masih menyisakan misteri hingga detik ini. Banyak sekali keganjalan di balik meninggalnya Presiden Soekarno. Keganjalan tersebut bisa dilihat dalam perawatan penyakit, masalah pemakaman dan pembatasan keluarga Soekarno sampai sekarang menjadi cerita yang tidak pernah selesai dan menjadi pergunjingan, kontroversi dan juga misteri. Ada beberapa keanehan dalam meninggalnya Bung Karno ini. Berikut adalah beberapa keanehan tersebut.
1.      Berkas yang Hilang (Sumber Sinar Harapan)
Keanehan pertama adalah hilangnya berkas-berkas tentang kesehatan Bung Karno yang telah disimpan rapih di kediaman Rachmawati Soekarnoputri, Jl. Jati Padang Raya No. 54 A, Pejaten, Jakarta Selatan. Buku tersebut berisikan tulisan tangan (catatan medis) Soekarno selama beliau sakit di Wisma Yaso, Jakarta.
Selain laporan tentang kesehatan Bung Karno, dalam berkas tersebut juga terdapat pula tujuh lembar kertas yang sudah terlihat tua dan warnanya pun sudah pudar sekali. Surat tersebut juga merupakan bukti riwayat penyakit Bung Karno. Adapun bentuk surat tersebut adalah surat resmi yang menggunakan kop bertuliskan Institut Pertanian Bogor, Fakultas Kedokteran Hewan Bagian Bakteriologi, Djl. Kartini 14, telpon 354, Bogor. Namun yang lebih mengagetkan lagi adalah nama pasien yang disamarkan. Saat itu, nama Soekarno tertulis “Taufan” yang merupakan nama dari salah satu putera Soekarno.
Bila kita hendak berbicara mengenai peristiwa bersejarah yang terjadi pada kisaran tahun 1965-1970, maka kita akan disudutkan dalam fakta yang bernama “ketidak jelasan”. Hal tersebut bisa disebabkan karena ada beberapa sejarah yang dipalsukan atau sengaja dibelokkan. Itulah yang menyebabkan para generasi sekarang bingung atau bahkan lupa tentang fakta sejarah yang sebenarnya. tersebut. Namun ketika semua mata tertuju di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) sehubungan dengan sakitnya mantan Presiden Soeharto sejak 4 Januari 2008, rasa ingin tahu tentang kebenaran sejarah di masa lalu pun mucul lagi.
Fakta lainnya adalah pengakuan dari Rachmawati yang menjelaskan bahwa perawatan untuk almarhum ayahnya itu seperti perawatan untuk orang miskin. Bung Karno dirawat tidak seperti perawatan para preseiden atau mantan petinggi negara lainnya. Rachmawati hanya bisa menangis bila teringat kejadian memilukan di rumah sakit waktu itu.
Rachmawati memang tidak sanggup berkata apa-apa. Ia masih trauma bila mengingat kejadian waktu itu, karena Rachmawati lah yang paling sering menunggui ayahnya di rumah sakit. Tetapi sebuah artikel yang pernah dimuat SH pada 15 Mei 2006, menjelaskan secara lebih terperinci. Dalam surat kabar tersebut dijelaskan bahwa ada seorang perempuan yang  muncul di Kantor IDI di Jakarta, awal 1990-an. Kemudian, dijelaskan bahwa perempuan itu sangat ingin bertemu dengan Kartono Mohamad. Ketika ditanyai mengapa ia sangat ingin bertemu dengan Kartono, perempuan tersebut menjawab bahwa ia ingin menyerahkan beberapa bundel buku yang berisi tentang catatan para perawat jaga Soekarno.
Namun sayangnya, sebelum perempuan tersebut bisa bertemu dengan Kartono Muhammad, Kartono terlebih dulu bertemu dengan dokter Wu Jie Ping. Dokter tersebut adalah seorang dokter yang pernah merawat Soekarno di Hong Kong. Wu menjelaskan kepada Kartono bahwa Soekarno hanya mengalami transient ischemic attack atau stroke ringan yang disebabkan oleh adanya penyempitan sesaat di pembuluh darah otak. Ia juga menambahkan bahwa Soekarno sama sekali tidak pernah mengalami koma seperti isu yang beredar. Dokter Wu berkata bahwa ia sempat kaget mendengar pemberitaan yang beredar di dunia bahwa Soekarno mengalami koma, itu sebabnya Dokter Wu menyempatkan untuk datang ke Indonesia.
2.      Soekarno Pernah Diperiksa Dokter Hewan
Setelah pulang ke Jakarta, Kartono pun segera bertemu dengan Mahar Mardjono, seorang dokter yang tahu banyak mengenai stroke. Ternyata, Kartono tak hanya bercerita tentang stroke kepada dokter Mardjono, tapi juga serangkaian peristiwa yang menurutnya adalah perbuatan sadis, yaitu dengan sengaja menelantarkan Soekarno. Untuk memperkuat bukti dari peristiwa penelantaran tersebut, Kartono sengaja membawa bundel buku yang dibawa perempuan itu dan menunjukkannya kepada dokter Mardjono.
Namun seperti yang sudah dijelaskan di awal, bahwa sejarah masa lalu negeri ini penuh dengan rekayasa dan dengan mudah diputarbalikkan. Sehingga peristiwa penelantaran Bung Karno di rumah sakit, tidak pernah diangkat di media massa. Bundel buku itu hanya teronggok di meja kerja Kartono selama bertahun-tahun.
Namun ketika krisis moneter melanda Indonesia, Kartono pun teringat bundel buku tersebut. Ia segera menuju ke RSPAD, dan ingin bertanya kepada keempat perawat yang dulu sempat merawat Bung Karno, yaitu Dinah, Dasih, J. Sumiati, dan Masnetty. Kartono ingin meuruskan sejarah yang selama ini memang sudah dibelokkan sesuka hati oleh kepemerintahan Soeharto. Namun sayangnya, usaha Kartono untuk menemukan keempat perawat tersebut tidaklah mudah. Seorang di antara mereka meninggal, sedangkan yang lain sudah pensiun. Tentu saja, semua itu membuat Kartono kehilangan jejak.
Kartono pun tidak mau putus asa dalam mencari kebenaran. Akhirnya Kartono pun tahu tentang sebuah fakta yang membuatnya terharu. Sebelum dibawa ke Jakarta, ternyata Soekarno pernah ditangani oleh dokter Soerojo yang notabenenya adalah seorang dokter hewan. Hal tersebut terlihat dari berkas berkop Institut Pertanian Bogor, Fakultas Kedokteran Hewan Bagian Bakteriologi.
Kartono akhirnya semakin membenarkan pernyataan Rachmawati tentang penelantaran ayahnya tersebut ketika mengetahui bahwa RSPAD tidak pernah melakukan cuci darah terhadap Soekarno dengan alasan kurangnya alat untuk melakukan cuci darah. Tidak hanya itu saja, obat-obatan yang diberikan kepada Soekarno pun tidak ada yang bisa menyembuhkan penyakit yang saat itu diderita oleh Bung Karno, karena beliau hanya mendapatkan Vitamin B12, B kompleks, royal jelly dan Duvadillan, obat untuk mengurangi penyempitan pembuluh darah perifer.
Rachmawati juga bercerita tentang satu keanehan lagi kepada Kartono, yaitu mengenai tekanan darah tinggi yang juga disebutkan dalam catatan medis. Menurut Rachmawati, setiap kali menjenguk sang ayah dan mencicipi masakan yang disediakan oleh RSPAD, Rachmawati selalu merasakan bahwa makanan tersebut terlalu asin. Rachmawati sempat takut untuk menyuapi Bung Karno karena ia takut akan efek dari makanan asin tersebut untuk kesehatan Bung Karno.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar