Meninggalnya sang
proklamator kemerdekaan Indonesia, Ir. Soekarno masih menyisakan misteri hingga
detik ini. Banyak sekali keganjalan di balik meninggalnya Presiden Soekarno.
Keganjalan tersebut bisa dilihat dalam perawatan penyakit, masalah pemakaman
dan pembatasan keluarga Soekarno sampai sekarang menjadi cerita yang tidak
pernah selesai dan menjadi pergunjingan, kontroversi dan juga misteri. Ada
beberapa keanehan dalam meninggalnya Bung Karno ini. Berikut adalah beberapa
keanehan tersebut.
1.
Berkas yang Hilang (Sumber
Sinar Harapan)
Keanehan
pertama adalah hilangnya berkas-berkas tentang kesehatan Bung Karno yang telah
disimpan rapih di kediaman Rachmawati Soekarnoputri, Jl. Jati Padang Raya No.
54 A, Pejaten, Jakarta Selatan. Buku tersebut berisikan tulisan tangan (catatan
medis) Soekarno selama beliau sakit di Wisma Yaso, Jakarta.
Selain
laporan tentang kesehatan Bung Karno, dalam berkas tersebut juga terdapat pula
tujuh lembar kertas yang sudah terlihat tua dan warnanya pun sudah pudar
sekali. Surat tersebut juga merupakan bukti riwayat penyakit Bung Karno. Adapun
bentuk surat tersebut adalah surat resmi yang menggunakan kop bertuliskan Institut
Pertanian Bogor, Fakultas Kedokteran Hewan Bagian Bakteriologi, Djl. Kartini
14, telpon 354, Bogor. Namun yang lebih mengagetkan lagi adalah nama pasien
yang disamarkan. Saat itu, nama Soekarno tertulis “Taufan” yang merupakan nama
dari salah satu putera Soekarno.
Bila
kita hendak berbicara mengenai peristiwa bersejarah yang terjadi pada kisaran
tahun 1965-1970, maka kita akan disudutkan dalam fakta yang bernama “ketidak
jelasan”. Hal tersebut bisa disebabkan karena ada beberapa sejarah yang
dipalsukan atau sengaja dibelokkan. Itulah yang menyebabkan para generasi sekarang
bingung atau bahkan lupa tentang fakta sejarah yang sebenarnya. tersebut. Namun
ketika semua mata tertuju di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) sehubungan
dengan sakitnya mantan Presiden Soeharto sejak 4 Januari 2008, rasa ingin tahu
tentang kebenaran sejarah di masa lalu pun mucul lagi.
Fakta
lainnya adalah pengakuan dari Rachmawati yang menjelaskan bahwa perawatan untuk
almarhum ayahnya itu seperti perawatan untuk orang miskin. Bung Karno dirawat
tidak seperti perawatan para preseiden atau mantan petinggi negara lainnya.
Rachmawati hanya bisa menangis bila teringat kejadian memilukan di rumah sakit
waktu itu.
Rachmawati
memang tidak sanggup berkata apa-apa. Ia masih trauma bila mengingat kejadian
waktu itu, karena Rachmawati lah yang paling sering menunggui ayahnya di rumah
sakit. Tetapi sebuah artikel yang pernah dimuat SH pada 15 Mei 2006, menjelaskan
secara lebih terperinci. Dalam surat kabar tersebut dijelaskan bahwa ada
seorang perempuan yang muncul di Kantor
IDI di Jakarta, awal 1990-an. Kemudian, dijelaskan bahwa perempuan itu sangat ingin
bertemu dengan Kartono Mohamad. Ketika ditanyai mengapa ia sangat ingin bertemu
dengan Kartono, perempuan tersebut menjawab bahwa ia ingin menyerahkan beberapa
bundel buku yang berisi tentang catatan para perawat jaga Soekarno.
Namun sayangnya,
sebelum perempuan tersebut bisa bertemu dengan Kartono Muhammad, Kartono terlebih
dulu bertemu dengan dokter Wu Jie Ping. Dokter tersebut adalah seorang dokter yang
pernah merawat Soekarno di Hong Kong. Wu menjelaskan kepada Kartono bahwa
Soekarno hanya mengalami transient ischemic attack atau stroke
ringan yang disebabkan oleh adanya penyempitan sesaat di pembuluh darah otak.
Ia juga menambahkan bahwa Soekarno sama sekali tidak pernah mengalami koma
seperti isu yang beredar. Dokter Wu berkata bahwa ia sempat kaget mendengar
pemberitaan yang beredar di dunia bahwa Soekarno mengalami koma, itu sebabnya
Dokter Wu menyempatkan untuk datang ke Indonesia.
2. Soekarno
Pernah Diperiksa Dokter Hewan
Setelah pulang
ke Jakarta, Kartono pun segera bertemu dengan Mahar Mardjono, seorang dokter
yang tahu banyak mengenai stroke. Ternyata, Kartono tak hanya bercerita tentang
stroke kepada dokter Mardjono, tapi juga serangkaian peristiwa yang menurutnya
adalah perbuatan sadis, yaitu dengan sengaja menelantarkan Soekarno. Untuk
memperkuat bukti dari peristiwa penelantaran tersebut, Kartono sengaja membawa bundel
buku yang dibawa perempuan itu dan menunjukkannya kepada dokter Mardjono.
Namun
seperti yang sudah dijelaskan di awal, bahwa sejarah masa lalu negeri ini penuh
dengan rekayasa dan dengan mudah diputarbalikkan. Sehingga peristiwa
penelantaran Bung Karno di rumah sakit, tidak pernah diangkat di media massa. Bundel
buku itu hanya teronggok di meja kerja Kartono selama bertahun-tahun.
Namun
ketika krisis moneter melanda Indonesia, Kartono pun teringat bundel buku tersebut.
Ia segera menuju ke RSPAD, dan ingin bertanya kepada keempat perawat yang dulu
sempat merawat Bung Karno, yaitu Dinah, Dasih, J. Sumiati, dan Masnetty.
Kartono ingin meuruskan sejarah yang selama ini memang sudah dibelokkan sesuka
hati oleh kepemerintahan Soeharto. Namun sayangnya, usaha Kartono untuk
menemukan keempat perawat tersebut tidaklah mudah. Seorang di antara mereka
meninggal, sedangkan yang lain sudah pensiun. Tentu saja, semua itu membuat
Kartono kehilangan jejak.
Kartono
pun tidak mau putus asa dalam mencari kebenaran. Akhirnya Kartono pun tahu
tentang sebuah fakta yang membuatnya terharu. Sebelum dibawa ke Jakarta, ternyata
Soekarno pernah ditangani oleh dokter Soerojo yang notabenenya adalah seorang
dokter hewan. Hal tersebut terlihat dari berkas berkop Institut Pertanian
Bogor, Fakultas Kedokteran Hewan Bagian Bakteriologi.
Kartono
akhirnya semakin membenarkan pernyataan Rachmawati tentang penelantaran ayahnya
tersebut ketika mengetahui bahwa RSPAD tidak pernah melakukan cuci darah
terhadap Soekarno dengan alasan kurangnya alat untuk melakukan cuci darah. Tidak
hanya itu saja, obat-obatan yang diberikan kepada Soekarno pun tidak ada yang
bisa menyembuhkan penyakit yang saat itu diderita oleh Bung Karno, karena
beliau hanya mendapatkan Vitamin B12, B kompleks, royal jelly dan Duvadillan,
obat untuk mengurangi penyempitan pembuluh darah perifer.
Rachmawati
juga bercerita tentang satu keanehan lagi kepada Kartono, yaitu mengenai tekanan
darah tinggi yang juga disebutkan dalam catatan medis. Menurut Rachmawati,
setiap kali menjenguk sang ayah dan mencicipi masakan yang disediakan oleh
RSPAD, Rachmawati selalu merasakan bahwa makanan tersebut terlalu asin. Rachmawati
sempat takut untuk menyuapi Bung Karno karena ia takut akan efek dari makanan
asin tersebut untuk kesehatan Bung Karno.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar