Minggu, 08 April 2007

Antara Bung Karno Dengan Mahasiswa


Kedekatan Soekarno tidak hanya dengan Arif, sang supir taksi saja. Sejarah merekam sifat Soekarno yang memang terkenal ramah dan bisa bergaul dengan masyarakat umum. Bung Karno merupakan salah satu tokoh bangsa yang bisa melakukan komunikasi dengan baik, tidak hanya kepada teman seperjuangan tapi juga kepada semua lapisan masyarakat, termasuk juga dengan mahasiswa yang pada saat itu cukup kritis dalam menilai perkembangan bangsa. Saking kritisnya sang mahasiswa, Soekarno pun sempat agak “naik darah” ketika berdialog dengan mereka, berikut ceritanya.
Sebut saja sebuah peristiwa terjadi pada hari Selasa 18 Januari 1966. Pada saat itu, delegasi KAMI bertemu dengan Soekarno. Sebenarnya, pertemuan ini adalah yang kedua kalinya setelah pertemuan yang terjadi pada 15 Januari dalam rangka Sidang Paripurna Kabinet. Dalam pertemuan tersebut, utusan mahasiswa menyampaikan beberapa permintaan, yaitu pembubaran PKI, reshufle kabinet dan juga penurunan harga.
 Dalam pertemuan tersebut, utusan KAMI terdiri dari Cosmas Batubara, David Napitupulu, Mar’ie Muhammad, Elyas, Zamroni, Firdaus Wajdi, Abdul Gafur dan Djoni Sunarja serta Lim Bian Koen. David Napitupulupernah mengisahkan di tahun 1966, bahwa Soekarno masih bisa menunjukkan kewibawaannya di sela-sera pertemuan tersebut. Ia juga menuturkan bahwa Soekarno mampu membuat beberapa tokoh mahasiswa terkagum-kagum terhadap retorika seorang Bung Karno.
Para mahasiswa tersebut juga kagum dengan sopan santun Bung Karno ketika berbicara, beliau melipatkan dan merapatkan tangan di depan perut bawah dengan santun. Meskipun sopan, terkadang Soekarno masih mampu bersifat keras juga. Hal tersebut terlihat ketika Soekarno menuding KAMI yang melakukan anarki, seperti corat-coret dan sebagainya. Menjawab tudingan tersebut, KAMI pun menjawab ‘Apabila ada corat-coret dengan kata-kata kotor, itu “adalah pekerjaan tangan-tangan kotor” yang menyusup ke dalam “barisan mahasiswa progressif revolusioner”.
Dalam pertemuan tersebut, Soekarno mempersoalkan corat-coret yang menyebut salah satu isterinya, Nyonya Hartini, sebagai seorang ”Gerwani Agung”. Gerwani merupakan salah satu organisasi wanita bentukan PKI.
Dalam pertemuannya dengan sang presiden tersebut, delegasi KAMI pun juga menyampaikan tiga tuntutan rakyat. Menanggapi tiga tuntutan rakyat tersebut, Soekarno menjawab “Saya mengerti sepenuhnya segala isi hati dan tuntutan para mahasiswa”. Bung Karno sama sekali tidak mengeluarkan pernyataan yang menyangsikan maksud-maksud baik mahasiswa. Tetapi, Bung Karno hanya menyatakan bahwa ia sangat tidak setuju dengan praktik-praktik yang mengarah kekerasan atau cara- cara mahasiswa yang mengarah ke vandalisme materil dan vandalisme mental.
Bung Karno juga yakin bahwa KAMI bisa saja ditunggangi golongan tertentu dan Nekolim, yang tidak menginginkan persatuan Bung Karno dan mahasiswa. Dalam pertemuan tersebut, Soekarno menghimbau kepada para mahasiswa untuk tetap tenang dan menyuruh mereka untuk menunggu keputusan politik yang akan diambilnya.
Tentang ‘kemarahan’ Soekarno pada saat pertemuan tersebut, Cosmas Batubara pun menjelaskan melalui tulisannya Napak Tilas Gerakan Mahasiswa 1966 (dalam OC Kaligis – Rum Aly, Simtom Politik 1965, Kata Hasta, 2007).
Cosmas berkata kepada kami bahwa sebelum kami diterima Presiden, ajudan Presiden yaitu Mayor KKO Widjanarko mengatakan kepada kami semua bahwa ”Presiden “akan marah kepada anda semua”. Karena itu, kata Widjanarko, “saran saya, diam saja dan dengar. Biasanya Presiden itu akan marah-marah selama kurang lebih 30 menit”.
Perkataan Mayor Widjanarko tersebut memang benar adanya. Pada 30 menit pertama dialog tersebut, Presiden Soekarno marah dan mengatakan bahwa para mahasiswa sudah ditunggangi oleh Nekolim (Neo Kolonialisme dan Imperialisme). Cosmas kembali berkata, “Kemudian secara khusus Presiden Soekarno marah kepada saya” dengan mengatakan, “saudara Cosmas sebagai orang Katolik, mengapa ikut-ikut demonstrasi dan saya dapat laporan bahwa anggota PMKRI menulis kata-kata yang tidak sopan terhadap Ibu Hartini. Saudara harus tahu bahwa Paus menghargai saya dan memberi bintang kepada saya. Betul kan saudara Frans Seda bahwa Paus baik dengan saya?”. Frans Seda yang juga ada di dalam pertemuan tersebut pun mengangguk.
Cosmas pun berpendapat, “Sepertinya Presiden Soekarno tidak sadar bahwa para mahasiswa yang datang masing-masing sangat independen, Kalau saya diserang secara pribadi bukan berarti yang lain akan diam”. Setelah Presiden Soekarno melampiaskan kemarahannya, para peserta pertemuan satu persatu melakukan reaksi hingga akhirnya Presiden Soekarno pun merasa  kewalahan menghadapi para mahasiswa tersebut. Kemudian, sambil menoleh kepada Roeslan Abdoelgani, Soekarno pun berkata, “Roeslan, mereka ini belum mengerti revolusi. Bawa mereka dan ajar tentang revolusi”.
Pertemuan pun akhirnya selesai juga meskipun belum ada keputusan yang jelas dari Presiden tentang Tritura. Cosmas menambahkan, “Seperti hari-hari sebelumnya para mahasiswa mulai lagi demonstrasi. Dalam puncak kejengkelannya terhadap demonstrasi KAMI, maka pada tanggal 25 Februari 1966 Presiden Soekarno mengeluarkan putusan membubarkan KAMI yang diikuti pengumuman tidak boleh berkumpul lebih dari lima orang”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar