Kedekatan
Soekarno tidak hanya dengan Arif, sang supir taksi saja. Sejarah merekam sifat
Soekarno yang memang terkenal ramah dan bisa bergaul dengan masyarakat umum. Bung
Karno merupakan salah satu tokoh bangsa yang bisa melakukan komunikasi dengan
baik, tidak hanya kepada teman seperjuangan tapi juga kepada semua lapisan
masyarakat, termasuk juga dengan mahasiswa yang pada saat itu cukup kritis
dalam menilai perkembangan bangsa. Saking kritisnya sang mahasiswa, Soekarno
pun sempat agak “naik darah” ketika berdialog dengan mereka, berikut ceritanya.
Sebut
saja sebuah peristiwa terjadi pada hari Selasa 18 Januari 1966. Pada saat itu, delegasi
KAMI bertemu dengan Soekarno. Sebenarnya, pertemuan ini adalah yang kedua
kalinya setelah pertemuan yang terjadi pada 15 Januari dalam rangka Sidang
Paripurna Kabinet. Dalam pertemuan tersebut, utusan mahasiswa menyampaikan beberapa
permintaan, yaitu pembubaran PKI, reshufle kabinet dan juga penurunan harga.
Dalam pertemuan tersebut, utusan KAMI terdiri dari
Cosmas Batubara, David Napitupulu, Mar’ie Muhammad, Elyas, Zamroni, Firdaus
Wajdi, Abdul Gafur dan Djoni Sunarja serta Lim Bian Koen. David
Napitupulupernah mengisahkan di tahun 1966, bahwa Soekarno masih bisa
menunjukkan kewibawaannya di sela-sera pertemuan tersebut. Ia juga menuturkan
bahwa Soekarno mampu membuat beberapa tokoh mahasiswa terkagum-kagum terhadap
retorika seorang Bung Karno.
Para
mahasiswa tersebut juga kagum dengan sopan santun Bung Karno ketika berbicara,
beliau melipatkan dan merapatkan tangan di depan perut bawah dengan santun. Meskipun
sopan, terkadang Soekarno masih mampu bersifat keras juga. Hal tersebut
terlihat ketika Soekarno menuding KAMI yang melakukan anarki, seperti
corat-coret dan sebagainya. Menjawab tudingan tersebut, KAMI pun menjawab
‘Apabila ada corat-coret dengan kata-kata kotor, itu “adalah pekerjaan
tangan-tangan kotor” yang menyusup ke dalam “barisan mahasiswa progressif
revolusioner”.
Dalam
pertemuan tersebut, Soekarno mempersoalkan corat-coret yang menyebut salah satu
isterinya, Nyonya Hartini, sebagai seorang ”Gerwani Agung”. Gerwani merupakan
salah satu organisasi wanita bentukan PKI.
Dalam
pertemuannya dengan sang presiden tersebut, delegasi KAMI pun juga menyampaikan
tiga tuntutan rakyat. Menanggapi tiga tuntutan rakyat tersebut, Soekarno
menjawab “Saya mengerti sepenuhnya segala isi hati dan tuntutan para
mahasiswa”. Bung Karno sama sekali tidak mengeluarkan pernyataan yang menyangsikan
maksud-maksud baik mahasiswa. Tetapi, Bung Karno hanya menyatakan bahwa ia
sangat tidak setuju dengan praktik-praktik yang mengarah kekerasan atau cara- cara
mahasiswa yang mengarah ke vandalisme materil dan vandalisme mental.
Bung
Karno juga yakin bahwa KAMI bisa saja ditunggangi golongan tertentu dan
Nekolim, yang tidak menginginkan persatuan Bung Karno dan mahasiswa. Dalam
pertemuan tersebut, Soekarno menghimbau kepada para mahasiswa untuk tetap
tenang dan menyuruh mereka untuk menunggu keputusan politik yang akan
diambilnya.
Tentang
‘kemarahan’ Soekarno pada saat pertemuan tersebut, Cosmas Batubara pun
menjelaskan melalui tulisannya Napak Tilas Gerakan Mahasiswa 1966 (dalam
OC Kaligis – Rum Aly, Simtom Politik 1965, Kata Hasta,
2007).
Cosmas
berkata kepada kami bahwa sebelum kami diterima Presiden, ajudan Presiden yaitu
Mayor KKO Widjanarko mengatakan kepada kami semua bahwa ”Presiden “akan
marah kepada anda semua”. Karena itu, kata Widjanarko, “saran saya, diam saja
dan dengar. Biasanya Presiden itu akan marah-marah selama kurang lebih 30
menit”.
Perkataan
Mayor Widjanarko tersebut memang benar adanya. Pada 30 menit pertama dialog
tersebut, Presiden Soekarno marah dan mengatakan bahwa para mahasiswa sudah
ditunggangi oleh Nekolim (Neo Kolonialisme dan
Imperialisme). Cosmas kembali berkata, “Kemudian secara khusus Presiden
Soekarno marah kepada saya” dengan mengatakan, “saudara Cosmas sebagai orang
Katolik, mengapa ikut-ikut demonstrasi dan saya dapat laporan bahwa anggota
PMKRI menulis kata-kata yang tidak sopan terhadap Ibu Hartini. Saudara harus
tahu bahwa Paus menghargai saya dan memberi bintang kepada saya. Betul kan
saudara Frans Seda bahwa Paus baik dengan saya?”. Frans Seda yang juga ada
di dalam pertemuan tersebut pun mengangguk.
Cosmas
pun berpendapat, “Sepertinya Presiden Soekarno tidak sadar bahwa para
mahasiswa yang datang masing-masing sangat independen, Kalau saya diserang
secara pribadi bukan berarti yang lain akan diam”. Setelah Presiden
Soekarno melampiaskan kemarahannya, para peserta pertemuan satu persatu
melakukan reaksi hingga akhirnya Presiden Soekarno pun merasa kewalahan menghadapi para mahasiswa tersebut. Kemudian,
sambil menoleh kepada Roeslan Abdoelgani, Soekarno pun berkata, “Roeslan,
mereka ini belum mengerti revolusi. Bawa mereka dan ajar tentang revolusi”.
Pertemuan
pun akhirnya selesai juga meskipun belum ada keputusan yang jelas dari Presiden
tentang Tritura. Cosmas menambahkan, “Seperti hari-hari sebelumnya para
mahasiswa mulai lagi demonstrasi. Dalam puncak kejengkelannya terhadap demonstrasi
KAMI, maka pada tanggal 25 Februari 1966 Presiden Soekarno mengeluarkan putusan
membubarkan KAMI yang diikuti pengumuman tidak boleh berkumpul lebih dari lima
orang”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar