Kamis, 08 Februari 2007

Aku Presiden Indonesia, Bukan Presiden Keluargaku Sendiri


Bung Karno memang terkenal sebagai seseorang yang penuh cinta. Ia begitu mencintai keluarganya, isteri-isteri dan juga anak-anaknya. Rasa cinta yang sama juga ia berikan kepada kakak kandungnya, yaitu Ibu Wardoyo. Namun rasa cintanya terhadap negara Indonesia jauh lebih besar bila dibandingkan dengan rasa cintanya kepada apapun itu, termasuk rasa cintanya kepada keluarga ataupun dirinya sendiri. Itulah yang selalu Bung Karno tanamkan kepada sahabat-sahabatnya untuk mencintai negeri ini dengan penuh loyalitas.
Kacamata sejarah menangkap, sekiranya ada ada dua peristiwa yang menggambarkan kemarahan Bung Karno kepada kakak kandungnya, Sukarmini Wardoyo, atau yang biasa dipanggil dengan nama Ibu Wardoyo.
Meskipun demikian, Bung Karno tetap menunjukkan rasa hormat dan rasa sayangnya kepada sang kakak. Tidak hanya itu saja, rasa hormat dan cinta tersebut juga beliau tanamkan kepada semua putera-puterinya. Bahkan, Guntur, Mega, Rachma dan juga Sukma sangat senang bila diajak ke rumah budenya atau saat budenya bertandang ke rumahnya.
Rasa sayang Bung Karno kepada sang kakak sangat tinggi. Saking tingginya, Bung Karno harus mengingatkan sang kakak bila sang kakak melakukan kesalahan. Lalu pertanyaannya, perbuatan apakah yang pernah dilakukan oleh sang kakak hingga membuat Bung Karno marah seperti itu?.
Kesalahan pertama yang dilakukan oleh sang kakak adalah ketika Ibu Wardoyo bermain tenis. Bung Karno terpaksa memarahi Ibu Wardoyo karena menganggap Ibu Wardoyo tersebut sangat bertolak belakang dengan kondisi penduduk Indonesia saat itu. Perlu diketahui bahwa pada masa itu, permainan tenis adalah permainan orang kaya (bangsawan). Tenis merupakan permainan yang cukup mewah. Bung Karno takut apabila masyarakat tersinggung, bagaimana mungkin seorang kakak dari presiden Indonesia bermain tenis di tengah kondisi masyarakat yang sangat memperihatinkan?. Bung Karno pun mengingatkan kepada anggota keluarganya untuk tidak memainkan olahraga orang kaya itu. Lantas, kemarahan apa lagi?
Peristiwa berikutnya yang membuat Bung Karno naik pitam adalah ketika Ibu Wardoyo menerima proposal proyek dari Belanda. Pada waktu, ada seorang pengusaha Belanda yang berusaha untuk memasukkan proposal proyek ke Indonesia. Sebenarnya, Bung Karno sempat menolak proposal tersebut. Namun, karena pihak Belanda tidak mau kalah. Ia terus melakukan pendekatan agar proposal proyek tersebut disetujui. Walhasil, pengusaha Belanda tersebut menggunakan cara pendekatan dengan membujuk Ibu Wardoyo. Celakanya, Ibu Wardoyo menyetujui permintaan pengusaha Belanda itu. Ibu Wardoyo menitipkan proposal tersebut kepada sang ajudan untuk diserahkan kepada adiknya, Soekarno.

Sang ajudan pun segera menemui Bung Karno. Kemudian ia menyerahkan proposal tersebut kepada beliau. Tiba-tiba saja raut muka Bung Karno berubah menjadi tidak enak. Wajahnya yang selalu khas dengan senyum manisnya pun berubah menjadi wajah yang penuh dengan kekecewaan. Dengan geram, Bung Karno meremas proposal itu dan membantingnya ke lantai.
Pada suatu hari, Bung Karno memanggil ajudannya yang bernama Bambang Widjanarko. Kemudian, sesampainya di kamar istana merdeka, Bung Karno pun berkata kepada Bambang, “Bambang, saya tidak mau bertemu Mbakyu Wardoyo dalam satu bulan, saya sedang marah kepadanya. Lebih baik kamu usahakan agar Mbakyu tidak datang ke istana ini.”
Mendengar perkataan sang presiden, hati Bambang pun menjadi bimbang. Ia duduk dan tertunduk. Ia cukup tahu bagaimana perasaan sang presiden. Pasti hal yang berat untuk mengatakan hal seperti itu. Sebab di satu sisi, ia mengetahui betul kedekatan Bung Karno dengan Ibu Wardoyo. Di sisi lain, ia pun tahu kedekatan Ibu Wardoyo dengan putra-putri Bung Karno. Tapi, bagaimana pun juga Bambang hayalah seorang ajudan, mau tidak mau, ia hanya bisa menjawab, “Siap, Pak.”
Bambang yang memang belum tahu permasalahan sebenarnya pun segera menghubungi Pak Hardjowardoyo, Kepala Rumah Tangga Istana. Dari Pak Hardjo-lah akhirnya Bambang bisa tahu apa permasalahan yang sebenarnya. Namun menurut versi Pak Hardjo, Bung Karno tahu ada pengusaha Belanda “memakai” Ibu Wardoyo untuk mengegolkan proyek ke Presiden Sukarno, justru dari sebuah surat kabar Belanda.
Dari cerita di atas, kita bisa tahu betapa mandirinya seorang Bung Karno. Sifat semacam itulah yang selalu ia tanamkan kepada isteri dan anak-anaknya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar