Kamis, 15 Februari 2007

Pernikahan Telegram Bung Karno


Mungkin banyak orang yang sudah tahu tentang Bung Karno dan kesembilan isterinya. Namun tahukah Anda bahwa ada kisah unik yang terjadi antara Bung Karno dengan sang penjahit bendera pusaka, yaitu Fatmawati?.
Inilah sekelumit kisah asmara Sukarno – Fatmawati yang mungkin akan sangat unik untuk disimak. Gambaran gelora cinta Bung Karno kepada Fatmawati bisa dilihat dari kutipan surat cinta yang tertulis pada 11 September 1941 berikut ini:
“O, Fatma, jang menjinarkan tjahja. Terangilah selaloe djalan djiwakoe, soepaja sampai dibahagia raja. Dalam swarganya tjinta-kasihmoe….”
Kisah cinta Bung Karno dengan Fatmawati terjalin ketika Bung Karno diasingkan di Bengkulu. Pada saat itu, Bung Karno sudah menikah dengan Inggit Garnasih, namun belum dikaruniai putra. Rasa cintanya terhadap Fatmawati membuat Bung Karno harus berjuang ekstra keras agar Inggit mengijinkannya untuk menikahi Fatmawati.
Sepulang dari pengasingan, Bung Karno terlihat selalu murung. Ia benar-benar sedang merasakan demam cinta dengan Fatmawati. Kegundahan Bung Karno tersebut berhasil ditangkap oleh anak angkatnya yaitu Ratna Juami dan suaminya, Asmara Hadi. Mereka berdua mengetahui bahwa Bung Karno sedang terbakar panasnya demam cinta. Melihat ayahnya bermuram durja, Ratna dan suaminya pun memberanikan diri untuk membujuk Inggit agar merelakan Bung Karno menikahi Fatmawati.
Namun kenyataan tidak sesuai yang dibayangkan oleh Ratna dan suaminya. Ternyata, Inggit benar-benar tidak mau dimadu. Inggit lebih memilih sebuah perceraian dari pada harus membagi cintanya dengan orang lain. Akhirnya perceraian pun terjadi, Inggit pun memutuskan untuk pulang ke Bandung. Di hari terakhirnya bersama Bung Karno, Inggit terkena sakit gigi. Pada saat-saat seperti itu, Bung Karno pun masih menunjukkan perhatiannya dengan mengantar Inggit ke dokter gigi. Tidak sampai di situ saja, Bung Karno pun juga ikut pergi ke Bandung, mengantar Inggit dan juga ikut membongkar barang-barang yang ada di dalam koper mantan isterinya tersebut. Selanjutnya, Bung Karno pun mengucapkan salam perpisahan dan berterima kasih kepada Inggit karena telah menemaninya selama ini.
Pada bulan Juni 1943, Bung Karno pun segera menikahi Fatmawati. Saat itu Bung Karno sedang berada di Jakarta, sementara Fatmawati ada di Bengkulu. Bagaimana mungkin pernikahan tersebut bisa terjadi?. Seperti pepatah, Banyak Jalan Menuju Roma, Bung Karno pun terus berpikir bagaimana caranya untuk menikahi sang pujaan hati. Akhirnya, Bung Karno pun menikahi Fatmawati secara nikah wakil. Sebab, kalau harus mengurus perizinan ke Jakarta untuk Fatma dan seluruh keluarganya, pada saat itu, sangat mustahil.
Alasan lainnya adalah, karena tuntutan pergerakan dan perjuangan, Bung Karno pun tidak mungkin meninggalkan Jakarta ke Bengkulu untuk melakukan pernikahannya. Di sisi lain, Bung Karno merasa, tidak mungkin bisa menahan lebih lama lagi untuk menikahi Fatmawati.
Menurut hukum Islam, sebuah pernikahan bisa saja dilangsungkan, asal ada pengantin perempuan dan sesuatu yang mewakili mempelai laki-laki. Oleh karena itu, Bung Karno segera mengirim sebuah telegram kepada seorang sahabat karibnya yang tinggal di Bengkulu. Dalam kesempatan tersebut, Bung Karno juga memintanya menjadi wakil Bung Karno menikahi Fatmawati. Setelah membaca telegram dari Bung Karno, sahabat Bung Karno tersebut pun bergegas ke rumah Fatmawati, dan menunjukkan telegram dari Bung Karno. Pucuk dicinta ulam pun tiba, ternyata cinta Bung Karno pun disambut oleh Fatmawati. Bung Karno semakin bahagia ketika mengetahui bahwa orangtua Fatmawati menyetujui gagasan itu.
Akhirnya, Fatmawati bersama wakil dari Bung Karno tadi pun segera menghadap ke penghulu. Pernikahan pun segera dilaksanakan kendati Famawati ada di Bengkulu dan Bung Karno di Jakarta. Sebuah keputusan yang menyenangkan hati pun terdengar bahwa Bung Karno dan Fatmawati telah resmi menjadi sepasang suami isteri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar