Selasa, 20 Februari 2007

Soekarno dan Nasakom


Kehebatan Bung Karno memang tidak bisa dikalahkan. Selain ia pandai dalam berpidato, memimpin sebuah pergerakkan, menggerakkan hati wanita dan lain sebagainya, ternyata Bung Karno juga pandai dalam mengeluarkan ide-ide hebat. Tak jarang ide-idenya tersebut membuat orang bengong, termasuk ketika Bung Karno hendak memasukkan para wanita tuna susila ke dalam organisasi bentukannya. Namun, ada ide hebat lainnya yang cukup kontroversial saat itu, yaitu gagasannya tentang Nasakom (Nasionalis, Agama dan Komunis). Konon, ide inilah yang membuat pamor seorang Soekarno mengalami penurunan yang sangat tragis, dan akhirnya berujung kepada tenggelamnya karir beliau di panggung politik dunia.
Para pengamat sejarah berpendapat bahwa ide Nasakom ini sebenarnya sudah ada sejak pemilu tahun 1955. Saat itu Soekarno hendak menggabungkan tiga kekuatan besar yang ada di Indonesia berdasarkan dengan hasil pemilu yaitu PNI, Masyumi dan juga PKI.
Tentu saja ide Nasakom ini sangat menguntungkan bagi PKI, karena dengan demikian ruang gerak mereka jadi semakin luas saja. Namun keberadaan PKI ini tentu saja sangat merisaukan bagi partai yang berlandaskan pada agama Islam, terutama partai Masyumi. Orang-orang yang berada di partai Masyumi ini tidak mau duduk di dalam satu forum dengan partai Komunis yang memang bersifat atheis (tidak mempercayai adanya Tuhan).
Dengan masuknya PKI sebagai salah satu partai terbesar, membuat PKI besar kepala. Terutama setelah PKI berhasil mengganyang Malaysia sehingga Bung Karno pun selalu menyajungnya. Sejak itulah, Bung Karno secara tegas mengeluarkan sebuah dokumen (dokumen CIA [ada tanggal 13 Januari 1965) yang cukup kontroversial. Dalam dokumen tersebut, Soekarno berkata bahwa ia tidak bisa menoleransi lagi adanya gerakan anti-PKI karena ia butuh dukungan PKI untuk menghadapi Malaysia.
Bung Karno sedikit kecewa dengan Masyumi yang menunjukkan sikap penolakannya terhadap PKI. Akhirnya, Soekarno pun mulai mengintimidasi partai yang merupakan representasi umat Islam terbesar di Indonesia saat itu. Tidak hanya itu saja, Bung Karno juga menghapus partai Masyumi pada tanggal 17 Agustus 1960. Tak lama kemudian setelah pembubaran partai Masyumi, Soekarno pun segera membuat DPR-GR. Dalam pembentukan DPR-GR tersebut, Soekarno tidak mengikut sertakan anggota dari partai Masyumi.
Kehebohan pun kembali terjadi pada tahun 1962. Saat itu pemerintah menangkap pemimpin partai Masyumi karena dianggap ikut berperan serta menentang negara dalam upaya untuk membentuk Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Tentu saja hal semacam itu menguntungkan PKI, sehingga partai Komunis tersebut merasa dirinya bagai di atas awan, tak terjamah dan tak terkalahkan. Hal tersebut jugalah yang akhirnya membuat PKI melakukan pelecehan-pelecehan terhadap agama Islam.
Lama-lama rakyat pun menjadi gerah dengan perbuatan PKI yang tidak berperikemanusiaan. Akhirnya meletuslah gerakan 30 September. Gerakkan tersebut pun semakin menjadi ketika Soeharto datang untuk memanfaatkan situasi negara yang memang sudah keruh itu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar