Kamis, 01 Februari 2007

Air Mata di Hari Pernikahan Sang Putri


Perjalanan kisah cinta Bung Karno tidak serta merta berhenti di hati Fatmawati. Pada tanggal 7 Juli 1954, Bung Karno pun menikahi seorang wanita yang bernama Hartini. Pada waktu itu, pernikahan ini adalah pernikahan yang cukup kontroversial. Oleh karena itu, wajar sajalah bila karena pernikahan ini, Bung Karno dikritik sementara Hartini dihujat.
Pernikahan tersebut tentu saja sangat menyakitkan bagi ibu Fatmawati. Situasi semakin bertambah parah ketika ibu Fatmawati memutuskan untuk keluar dari istana dan memilih untuk tinggal di Jl. Sriwijaya, Kebayoran Baru.
Luka di hati Fatmawati begitu mendalam. Ia menangis dan selalu bermuram durja. Kesedihan tersebut bisa ditangkap dengan jelas oleh putera-puterinya, Guntur, Mega, Rachma, Sukma dan juga Guruh. Hati anak mana yang tidak tersentuh bila melihat sang ibu sedang berduka?. Hal tersebutlah yang membuat sakit hati kepada Hartini juga menjalar di hati Guntur, Mega, Rachma, Sukma dan juga Guruh.
Sejak saat itu, ibu Fatmawati tidak mau lagi bertemu dengan Bung Karno. Di lain pihak, Bung Karno pun tetap berusaha mati-matian untuk membujuk agar Fatmawati mau pulang ke istana. Namun, kerja kerasnya dan para ajudan pun gagal total, karena ibu Fatmawati benar-benar menolak semua rayuan dan bujukan untuk kembali ke istana.
Bung Karno pun tidak bisa berbuat apa-apa. Separuh jiwanya terasa terbang ke angkasa. Ia hanya bisa menatap langit dan selalu berharap bahwa suatua saat nanti ia akan bertemu dengan Fatmawati, isteri tercintanya.
Fatmawati benar-benar tidak bisa melupakan sakit hatinya. Bahkan hingga kepemimpinan  Bung Karno mulai redup pun, ia masih terluka. Tidak hanya itu saja, luka Fatmawi masih menganga lebar ketika Bung Karno didepak keluar dari istana oleh rezim Soeharto. Kesedihan Bung Karno pun tidak lagi bisa dijelaskan dengan kata-kata.  kemudian Bung Karno pun sakit-sakitan. Pada saat seperti itu pun, jurang antara Bung Karno dan Fatmawati masih sangat lebar menganga. Pada saat itu, Bung Karno berada di Bogor dan berada di bawah perawatan dan pelayanan setia Hartini.
Ketika penyakitnya semakin parah, Hartini membawa Bung Karno ke Wisma Yaso. Tentu saja hal tersebut melalui izin dari Soeharto terlebih dulu. Pada waktu itu, Hartini pula yang setia mendampingi beliau. Sedangkan satu-satunya putra Bung Karno dari Fatma yang rajin mengunjungi bapaknya adalah Rachma.
Semakin sering Rachma bertemu Hartini, semakin berkurang kebencian Rachma terhadap Hartini. Pelan-pelan, rasa benci itu terusir. Bahkan, mereka bisa bekerja sama dengan sangat baik untuk menghibur orang yang mereka sayangi, yaitu Bung Karno. Kondisi Bung Karno pun samakin parah, namun Fatma belum juga tergerak hati untuk menengok. Setiap kali putera-putrinya membujuk Fatmawati untuk menjenguk sang ayah, ibu Fatmawati selalu menolak sambil mengatakan, “Ibu tidak mau. Di sana ada Hartini!”
Bung Karno boleh berkehendak, sedangkan Fatmawati boleh menolak, tapi Tuhan adalah Sang Mutlak. Takdir pun digoreskan sejak dulu yang mengatakan bahwa keduanya akan dipertemukan kembali di tahun 1969. Ternyata kekuasaan Tuhan terbukti nyata, mereka kembali bertemu di dalam acara resepsi pernikahan Rachmawati dengan dokter Martomo Pariatman Marzuki yang akr
Atas izin dan kawalan yang ketat dari pasukan Soeharto, Bung Karno pun diizinkan untuk menghadiri resepsi pernikahan Rachmawati. Karena ginjal dan beberapa komplikasi penyakit yang lain, Soekarno pun muncul dengan wajah yang bengkak-bengkak. Tidak hanya itu saja, tubuh beliau pun terlihat rapuh dan juga lemah, sehingga harus dipapah. Pemandangan saat itu benar-benar membuat para hadirin menitikkan air mata. Sebuah pemandangan yang jauh dari profil Bung Karno yang gagah perkasa, yang berapi-api kalau berbicara, yang parlente jika berbusana.
Antara sakit hati dan rasa rindu, antara murka dan juga cinta, Fatmawati pun menemui Bung Karno. Fatmawati segera memeluk Bung Karno. Air matanya meluap bagai samudera. Setelah ia menyeka air matanya tersebut, Fatmawati pun segera memeluk, mencium dan memapahnya. Untuk itu, ia harus menerobos pengawalan yang super ketat.
Pemandangan yang cukup mengharukan tersebut mampu membuat mata Guntur dan juga adik-adiknya berlinangan air mata. Tidak hanya dari keluarga Bung Karno saja, tapi mantan wakil persiden Bung Hatta dan para tamu undangan pun turut menangis ketika sebuah pemandangan yang mengharukan terlukis dengan jelas di hadapan mereka. Semua orang menangis karena mengingat bahwa keduanya dipertemukan kembali setelah berpisah 15 tahun lamanya.

ab disapa mas Tommy.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar