Perjalanan
kisah cinta Bung Karno tidak serta merta berhenti di hati Fatmawati. Pada
tanggal 7 Juli 1954, Bung Karno pun menikahi seorang wanita yang bernama
Hartini. Pada waktu itu, pernikahan ini adalah pernikahan yang cukup
kontroversial. Oleh karena itu, wajar sajalah bila karena pernikahan ini, Bung
Karno dikritik sementara Hartini dihujat.
Pernikahan
tersebut tentu saja sangat menyakitkan bagi ibu Fatmawati. Situasi semakin
bertambah parah ketika ibu Fatmawati memutuskan untuk keluar dari istana dan
memilih untuk tinggal di Jl. Sriwijaya, Kebayoran Baru.
Luka di hati
Fatmawati begitu mendalam. Ia menangis dan selalu bermuram durja. Kesedihan
tersebut bisa ditangkap dengan jelas oleh putera-puterinya, Guntur, Mega,
Rachma, Sukma dan juga Guruh. Hati anak mana yang tidak tersentuh bila melihat
sang ibu sedang berduka?. Hal tersebutlah yang membuat sakit hati kepada
Hartini juga menjalar di hati Guntur, Mega, Rachma, Sukma dan juga Guruh.
Sejak saat
itu, ibu Fatmawati tidak mau lagi bertemu dengan Bung Karno. Di lain pihak,
Bung Karno pun tetap berusaha mati-matian untuk membujuk agar Fatmawati mau
pulang ke istana. Namun, kerja kerasnya dan para ajudan pun gagal total, karena
ibu Fatmawati benar-benar menolak semua rayuan dan bujukan untuk kembali ke
istana.
Bung Karno
pun tidak bisa berbuat apa-apa. Separuh jiwanya terasa terbang ke angkasa. Ia
hanya bisa menatap langit dan selalu berharap bahwa suatua saat nanti ia akan
bertemu dengan Fatmawati, isteri tercintanya.
Fatmawati
benar-benar tidak bisa melupakan sakit hatinya. Bahkan hingga kepemimpinan Bung Karno mulai redup pun, ia masih terluka.
Tidak hanya itu saja, luka Fatmawi masih menganga lebar ketika Bung Karno
didepak keluar dari istana oleh rezim Soeharto. Kesedihan Bung Karno pun tidak
lagi bisa dijelaskan dengan kata-kata. kemudian
Bung Karno pun sakit-sakitan. Pada saat seperti itu pun, jurang antara Bung
Karno dan Fatmawati masih sangat lebar menganga. Pada saat itu, Bung Karno
berada di Bogor dan berada di bawah perawatan dan pelayanan setia Hartini.
Ketika
penyakitnya semakin parah, Hartini membawa Bung Karno ke Wisma Yaso. Tentu saja
hal tersebut melalui izin dari Soeharto terlebih dulu. Pada waktu itu, Hartini
pula yang setia mendampingi beliau. Sedangkan satu-satunya putra Bung Karno
dari Fatma yang rajin mengunjungi bapaknya adalah Rachma.
Semakin
sering Rachma bertemu Hartini, semakin berkurang kebencian Rachma terhadap
Hartini. Pelan-pelan, rasa benci itu terusir. Bahkan, mereka bisa bekerja sama
dengan sangat baik untuk menghibur orang yang mereka sayangi, yaitu Bung Karno.
Kondisi Bung Karno pun samakin parah, namun Fatma belum juga tergerak hati
untuk menengok. Setiap kali putera-putrinya membujuk Fatmawati untuk menjenguk
sang ayah, ibu Fatmawati selalu menolak sambil mengatakan, “Ibu tidak mau. Di
sana ada Hartini!”
Bung Karno
boleh berkehendak, sedangkan Fatmawati boleh menolak, tapi Tuhan adalah Sang
Mutlak. Takdir pun digoreskan sejak dulu yang mengatakan bahwa keduanya akan dipertemukan
kembali di tahun 1969. Ternyata kekuasaan Tuhan terbukti nyata, mereka kembali
bertemu di dalam acara resepsi pernikahan Rachmawati dengan dokter Martomo
Pariatman Marzuki yang akr
Atas izin dan
kawalan yang ketat dari pasukan Soeharto, Bung Karno pun diizinkan untuk
menghadiri resepsi pernikahan Rachmawati. Karena ginjal dan beberapa komplikasi
penyakit yang lain, Soekarno pun muncul dengan wajah yang bengkak-bengkak.
Tidak hanya itu saja, tubuh beliau pun terlihat rapuh dan juga lemah, sehingga
harus dipapah. Pemandangan saat itu benar-benar membuat para hadirin menitikkan
air mata. Sebuah pemandangan yang jauh dari profil Bung Karno yang gagah
perkasa, yang berapi-api kalau berbicara, yang parlente jika berbusana.
Antara sakit
hati dan rasa rindu, antara murka dan juga cinta, Fatmawati pun menemui Bung
Karno. Fatmawati segera memeluk Bung Karno. Air matanya meluap bagai samudera.
Setelah ia menyeka air matanya tersebut, Fatmawati pun segera memeluk, mencium
dan memapahnya. Untuk itu, ia harus menerobos pengawalan yang super ketat.
Pemandangan
yang cukup mengharukan tersebut mampu membuat mata Guntur dan juga adik-adiknya
berlinangan air mata. Tidak hanya dari keluarga Bung Karno saja, tapi mantan
wakil persiden Bung Hatta dan para tamu undangan pun turut menangis ketika
sebuah pemandangan yang mengharukan terlukis dengan jelas di hadapan mereka.
Semua orang menangis karena mengingat bahwa keduanya dipertemukan kembali setelah
berpisah 15 tahun lamanya.
ab disapa mas Tommy.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar