Minggu, 10 Desember 2006

Bung Karno dan Surat Perintah Sebelas Maret


Bila kita berbicara mengenai supersemar atau Surat Perintah Sebelas Maret, mungkin kita tidak akan pernah bisa menemukan titik terangnya, karena hingga detik ini, belum diketahui dengan jelas seperti apakah isi surat perintah sebelas maret tersebut.
Sebenarnya, apakah surat perintah sebelas maret itu?. Surat Perintah Sebelas Maret adalah surat perintah yang dikeluarkan dan telah ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia Soekarno pada tanggal 11 Maret 1966. Konon, surat tersebut menjadi “surat sakti” atau golden ticket bagi Soeharto untuk mengawali kepemerintahannya, atau yang lebih dikenal dengan istilah “awal order baru”.
Surat tersebut berisi perintah yang menyuruh Soeharto, yang pada saat itu menjabat sebagai Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban/Pangkopkamtib (saat itu) untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu dalam mengatasi situasi keamanan yang buruk pada saat itu.
Surat perintah ini begitu kontroversial, karena hingga sekarang masih belum diketahui versi aslinya. Lalu, apakah isi supersemar tersebut?, mengapa keberadaannya begitu heboh di masa itu?. Berikut ini adalah isi surat perintah sebelas Maret versi Markas Besar Angkatan Darat (AD),
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SURAT PERINTAH

I. Mengingat:
1.1. Tingkatan Revolusi sekarang ini, serta keadaan politik baik nasional maupun Internasional
1.2. Perintah Harian Panglima Tertinggi Angkatan Bersendjata/Presiden/Panglima Besar Revolusi pada tanggal 8 Maret 1966

II. Menimbang:
2.1. Perlu adanja ketenangan dan kestabilan Pemerintahan dan djalannja Revolusi.
2.2. Perlu adanja djaminan keutuhan Pemimpin Besar Revolusi, ABRI dan Rakjat untuk memelihara kepemimpinan dan kewibawaan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi serta segala adjaran-adjarannja III.

Memutuskan/Memerintahkan:
Kepada:
LETNAN DJENDERAL SOEHARTO,
MENTERI PANGLIMA ANGKATAN DARAT

Untuk: Atas nama Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi:
1.      Mengambil segala tindakan jang dianggap perlu, untuk terdjaminnja keamanan dan ketenangan serta kestabilan djalannja Pemerintahan dan djalannja Revolusi, serta mendjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Pimpinan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimin Besar revolusi/mandataris M.P.R.S. demi untuk keutuhan Bangsa dan Negara Republik Indonesia, dan melaksanakan dengan pasti segala adjaran Pemimpin Besar Revolusi.
2.      Mengadakan koordinasi pelaksanaan perintah dengan Panglima-Panglima Angkatan-Angkatan lain dengan sebaik-baiknja.
3.      Supaya melaporkan segala sesuatu jang bersangkuta-paut dalam tugas dan tanggung-djawabnja seperti tersebut diatas.
IV. Selesai.

Djakarta, 11 Maret 1966
PRESIDEN/PANGLIMA TERTINGGI/PEMIMPIN BESAR REVOLUSI/
MANDATARIS M.P.R.S.
SOEKARNO
Sejarah Keluarnya Supersemar
Berdasarkan versi resminya, sejarah keluarnya supersemar diawali ketika Presiden Soekarno mengadakan sidang pelantikan Kabinet Dwikora pada tanggal 11 Maret 1966. Sidang tersebut adalah sidang penyempurnaan untuk membentuk susunan kabinet yang kemudian dikenal dengan istilah "kabinet 100 menteri". Ketika sidang pelantikan tersebut dimulai, Brigjen Sabur yang saat itu menjabat sebagai panglima pasukan pengawal presiden' Tjakrabirawa melaporkan bahwa di luar banyak sekali "pasukan liar". Setelah diselidiki, ternyata pasukan tersebut dipimpin oleh Mayor Jendral Kemal Idris yang diberi tugas untuk menahan orang-orang di Kabinet yang diduga terlibat dalam peristiwa G-30-S PKI, di antaranya adalah Wakil Perdana Menteri I Soebandrio.
Berdasarkan laporan Brigjen Sabur tersebut, Presiden bersama Wakil Perdana Menteri I Soebandrio dan Wakil Perdana Menteri III Chaerul Saleh pun segera bertolak ke Bogor dengan helikopter yang sudah disiapkan.
Pada saat itu, Mayjend Soeharto yang tidak menghadiri sidang, mendapatkan laporan tentang kepergian Soekarno ke Bogor. (Sebagian ahli sejarah berpendapat bahwa ketidakhadiran Soeharto ini adalah salah satu bagian dari rencananya untuk menggulingkan Bung Karno).
Akhirnya, Mayjend Soeharto menugaskan tiga orang perwira tinggi (AD) ke Bogor. Ketiga perwira tersebut adalah Brigadir Jendral M. Jusuf, Brigadir Jendral Amirmachmud dan Brigadir Jendral Basuki Rahmat. Kedatangan para perwira tersebut adalah untuk menemui Presiden Soekarno yang sedang berada di Istana Bogor.
Setelah para perwira tersebut sampai di Bogor, mereka pun istirahat sejenak. Tak lama kemudian datanglah ajudan Bung Karno yang menyuruh ketiga perwira tersebut untuk menemui Bung Karno di paviliunnya. Dalam pertemuan ketiga perwira tersebut, terjadi pembicaraan yang cukup serius antara tiga perwira tinggi AD dengan Presiden Soekarno mengenai situasi yang terjadi.
Dalam kesempatan tersebut, secara tidak langsung ketiga perwira tersebut mempromosikan Mayjend Soeharto untuk mengatasi konflik di negeri ini dengan mengatakan Mayjend Soeharto mampu mengendalikan situasi dan memulihkan keamanan. Namun sayangnya, gerak Soeharto tidak akan leluasa bila ia tidak mendapatkan surat perintah dari Bung Karno. Bung Karno pun menyetujui usulan tersebut. Tak lama kemudian, Bung Karno mulai membuat surat perintah sebelas Maret untuk Mayjend Soeharto. Selanjutnya, surat tersebut tiba di Jakarta keesokan harinya, tepat pukul 01.00 waktu setempat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar