Selasa, 26 Desember 2006

Eisenhower!, I Don’t Care!


Meninggalnya Muammar Qaddafi sebagai wujud sikapnya yang anti Amerika merupakan pukulan terberat bagi negara-negara Islam di dunia. Muammar Qaddafi yang dianggap sebagai salah satu ikon anti America tersebut kini telah tiada. Namun, tahukah Anda bahwa sebelum Muammar Qaddafi, Indonesia juga punya legend hero yang juga mempertahankan sikapnya yang anti Amerika?, pahlawan tersebut adalah Soekarno. Bung Karno merupakan salah satu tokoh yang benar-benar tidak mau tunduk terhadap negara-negara kapitalis seperti Amerika, Inggris dan sebagainya.
Sikap Bung Karno yang tegas tersebut tentu saja membuat Amerika Serikat kalang kabut dan merasa tidak nyaman. Bangsa Amerika selalu beranggapan bahwa bangsa tersebut adalah bangsa adikuasa, bangsa yang paling ditakuti. Namun, tidak untuk Soekarno. Presiden pertama Indonesia tersebut sama sekali tidak takut terhadap gertakan-gertakan yang diberikan oleh Amerika. Itulah yang konon membuat hubungan Indonesia dengan Amerika tidak pernah harmonis.
Sikap keras kepala Bung Karno yang anti Amerika merupakan salah satu contoh sifatnya yang anti kapitalis dan anti liberalis. Bung Karno berhasil menunjukkan karakteristik kepribadiannya yang nasionalis, bahkan bisa dibilang ultra nasionalis. Konon, sifat nasionalis Bung Karno inilah yang dijadikan motivasi oleh seorang Muammar Qaddafi yang juga secara keras menyebut dirinya sebagai “Anti Amerika.”
Salah satu contoh hubungan Indonesia – Amerika yang tidak harmonis adalah ketika Amerika dipimpin oleh Dwight D. Eisenhower. Hal itu terlihat ketika Eisenhower mengundang Bung Karno namun Eisenhower justru tidak menyambutnya di bandara. Lalu, apa reaksi Bung Karno terhadap sifat acuh presiden Amerika tersebut?,
Bung Karno hanya bisa mengucapkan sepatah kata, “Baiklah”. Namun ternyata, sifat acuh Eisenhower tidak hanya sampai di situ saja. Setibanya Bung Karno di Gedung Putih pun, Eisenhower tidak memperlihatkan wajahnya. Sekali lagi, reaksi Bung Karno saat itu hanya terwakili dengan mengatakan, “Baiklah.”
Puncak kemarahan Bung Karno adalah ketika beliau harus menunggu kedatangan Eisenhower di ruang tunggu. Namun sayangnya, Bung Karno tidak bisa menunggu lama lagi, hingga ia berkata “Keterlaluan!”. Setelah menunggu Eisenhower lebih dari satu jam, maka Bung Karno segera memutuskan untuk pergi. Dalam keadaan marah, beliau berkata, “Apakah saya harus meunggu lebih lama lagi? Oleh karena, kalau harus begitu, saya akan berangkat sekarang juga!”
Setelah kedatangan Eisenhower, presiden tersebut ternyata tidak segera meminta maaf. Dia malah berjalan tanpa rasa bersalah sama sekali. Benar-benar seseorang pemimpin yang tidak patut dicontoh. Ketika mengiringi Bung Karno, Eisenhower pun hanya berjalan begitu saja, tanpa basa-basi dan tanpa permintaan maaf. Wow, seperti itukah sikap seorang pemimpin negara adikuasa terhadap para tamu kenegaraan?.
Sikap dingin Eisenhower tidak hanya terjadi sekali itu saja. Bahkan ketika Itu kali pertama Bung Karno merasakan penghinaan Eisenhower. Rupanya tidak berhenti di situ. Ada peristiwa kedua, yang dianggap Bung Karno merupakan penghinaan, yaitu ketika Eisenhower mengunjungi Manila, Filipina, namun Eisenhower menolak untuk mengunjungi Indonesia. Kepada Cindy Adams, Bung Karno berkata, “Boleh dikata dia sudah berada di tepi pagar rumahku, dia menolak mengunjungi Indonesia,”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar