Kamis, 19 Oktober 2006

Antara Hujan, Sebilah Keris dan Dua Buah Mobil


Sebuah fakta unik lainnya tentang Bung Karno adalah kecintaannya terhadap berbagai macam tumbuh-tumbuhan. Yach, di samping rasa cintanya terhadap negeri ini beserta rakyatnya, Bung Karno juga sangat mencintai berbagai macam tanaman yang ada di dunia ini. Tak jarang, Bung Karno menghabiskan waktu senggangnya untuk merawat berbagai jenis tanaman yang ada di kediamannya. Hal tersebut tentu saja menjadi nilai plus tersendiri bagai seorang presiden yang mau terjun langsung ke kebun untuk merawat tanaman-tanaman kesukaannya.
Rasa kecintaan Bung Karno terhadap aneka ragam tanaman, tidak hanya Bung Karno tunjukkan melalui perhatiannya, tapi Bung Karno juga hafal nama-nama tanaman yang ada di istananya. Tidak hanya nama Indonesia, tapi juga nama ilmiahnya, hebat kan?. Beliau bisa hafal satu persatu karakteristik tanamannya, baik yang ada di halaman istana, Jakarta, Bogor, Cipanas, maupun Tampak Siring. Tak jarang, Bung Karno sendirilah yang menata tamannya sehingga terlihat sangat cantik. Namun bila beliau merasa lelah, Bung Karno akan memerintahkan tukang kebun untuk memindah atau mengganti tanaman. Begitulah Bung Karno, yang selalu ingin istananya terlihat sangat rapih dan asri.
Pernah suatu ketika Bung Karno mengadakan inspeksi atau kunjungan mendadak di sekitar paviliun di istana negara, tempat tinggal para polisi pengawal pribadi. Setelah measuki tempat tersebut, Bung Karno pun tercengang karena melihat tempat itu sangat kotor sekali. Belum lagi kamar mandi dan selokan yang selain kotor, ternyata juga bau. Sesaat kemudian, Bung Karno segera memerintahkan kepada seorang polisi pengawal pribadi mencari sapu dan mengumpulkan semua penghuni paviliun tersebut. Kemudian, Bung Karno pun berkata, “Lihat, kamu orang saya beri contoh bagaimana caranya membikin bersih tempat kotor ini.” Sejurus kemudian, sebuah pemandangan yang luar biasa hebatnya terlihat di tempat itu. Bung Karno memegang sapu dan terus menyapu serta membersihkan tempat itu. Bayangkan, adakah seorang presiden yang mau membersihkan paviliun ajudannya?. Orang-orang gemetar ketakutan ketika melihat BK membersihkan tempat itu. Selesai menyapu, Bung Karno pun berkata, “Bisa tidak kamu membikin bersih tempatmu sendiri?”
Bung Karno dan kebersihan memang tidak bisa dipisahkan. Beliau selalu tersenyum bahagia setiap kali ia melihat tanaman-tanamannya tersebut tumbuh subur. Bung Karno memiliki sebuah kebiasaan yang tidak pernah berubah setiap pagi harinya. Setelah menunaikan sholat subuh, Bung Karno selalu berjalan-jalan mengelilingi kebunnya bersama para ajudan, pengawal dan orang-orang terdekatnya.
Namun ekspresi tersebut berubah menjadi kegelisahan bila musim kemarau tiba. Bung Karno selalu merasa cemas dan takut kalau tanaman-tanaman kesayangannya menjadi layu karena kemarau yang berkepanjangan. Biasanya, bila musim kemarau tiba itu pertanda musim kesibukan bagi karyawan istana yang mendapat tugas merawat tanaman. Seluruh penghuni istana harus bekerja keras untuk membuat agar tanaman/bunga milik Bung Karno tetap segar. Tentu saja, hal tersebut bukanlah tugas yang ringan.
Contohnya adalah ketika tahun 1962, di mana negara Indonesia dilanda kemarau yang begitu panjang. Musim kemarau tersebut tentu saja menyebabkan kekeringan di mana-mana. Tentu saja, istana negara juga tidak bisa luput dari kekeringan tersebut. Saat-saat seperti itulah, Bung Karno selalu murung sambil memandangi tanaman-tanamannya. Pandangan matanya kosong, seakan-akan ia tahu betul apa yang dirasakan oleh tanaman-tanaman kesukaannya itu..
Saat musim kemarau, rumput-rumput istana mulai layu. Tak hanya itu saja, pepohonan mengering. Tentu saja pemandangan tersebut sangat memperihatinkan. Bung Karno pun tak hanya diam, berbagai macam cara beliau tempuh untuk mengembalikan kesegaran tamannya. Pada saat-saat seperti itu, tak hanya Bung Karno yang sibuk, melainkan para tukang kebun pun tak pernah berhenti menyirami areal pertamanan.
Di sore harinya, Bung Karno duduk-duduk di beranda belakang istana Merdeka untuk melepas lelah setelah seharian berada di taman. Pada waktu itu beliau tidak sendiran, Bung Karno ditemani oleh ajudannya, Bambang Widjanarko. Beberapa saat kemudian, datanglah seorang Kepala Rumah Tangga Seluruh Istana, Harjo, beserta seorang pria tak dikenal yang mengenakan pakaian tradisional Jawa lengkap. Setelah berbasa-basi seperlunya, Harjo pun mulai angkat bicara, “Pak, inilah Bapak Pringgo yang dulu pernah saya ceritakan. Beliau datang membawa keris untuk dipersembahkan kepada Bapak.”
Sambil tersenyum, Bung Karno pun mengangguk dan memandangi lelaki yang bernama Pringgo tersebut. Tak lama kemudian, Pringgo mengeluarkan sebilah keris dari dalam bungkusan dan terciptalah sebuah dialog yang cukup menarik. Dalam dialog tersebut, Pringgo menceritakan tentang mitos dan hal-hal klenik mengenai sebilah keris yang konon sudah berumur ratusan tahun tersebut. Menurut Pringgo, keris tersebut sudah ada sejak zaman Majapahit. Keris luk lima tersebut merupakan barang yang paling ia sayangi, oleh karena itu Pringgo ingin memberikan barang berharganya kepada Bung Karno.
Meskipun Bung Karno bukalah seseorang yang percaya dengan hal-hal klenik atau berbau mitos, namun Bung Karno pun dengan senang hati menerima keris tersebut. Tak lupa, beliau mengucapkan terima kasih kepada Pringgo sambil berkata, “Terima kasih, Pak Pringgo. Sekarang apakah yang dapat saya berikan sebagai tanda terima kasih saya?”
Dengan jujur, Pringgo pun menjawab pertanyaan Bung Karno tadi. Kepada Bung Karno, ia pun berkata bahwa ia sangat ingin bisa memiliki sebuah mobil. Sambil tersenyum, Bung Karno pun menjawab, “Ah, itu masalah gampang. Saya berjanji, jika apa yang saya inginkan bisa terpenuhi, dengan senang hati saya akan memberi dua mobil.” Sambil memandang wajah Sang Presiden, Pringgo pun bertanya, “Kalau saya boleh tahu, apakah yang Bapak inginkan?”
Bung Karno pun berkata sambil menyerahkan sebilah keris tadi kepada Pringgo, “Jika kamu percaya dengan keampuhan keris ini, cobalah cabut keris itu dan mintalah agar Tuhan menurunkan hujan, agar taman ini menjadi segar. Ketahuilah, musim kemarau itu telah membuat tanamanku layu. Aku ingin taman ini menjadi segar dan hijau kembali.”
Wajah Pringgo berubah menjadi pucat pasi setelah mendengar permintaan Bung Karno. Sesaat kemudian, Pringgo hanya bisa duduk terdiam.
Bung Karno pun hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. Ia sangat heran, mengapa pada zaman seperti itu masih ada kesyirikkan?. Manusia menjadi lupa terhadap hukum sebab akibat dan hubungan rasional. Jelas, bila ditelaah dengan logika, tidak ada hubungannya sama sekali antara keris dan hujan. Dari situlah, Bung Karno semakin mantap untuk mengajak rakyat Indonesia belajar, agar rakyat Indonesia ke depannya bisa lebih cerdas dalam berpikir dan tidak lagi menjadi budak mitos maupun hal-hal klenik lainnya. Dari dulu, Bung Karno memang bukanlah orang yang percaya akan mitos, dari cerita ini semakin jelas bahwa Bung Karno adalah seseorang yang beragama, anti terhadap perbuatan syirik dan selalu mengedapankan hal-hal yang masuk akal dan bisa dipertanggungjawabkan secara logis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar