Sebuah fakta
unik lainnya tentang Bung Karno adalah kecintaannya terhadap berbagai macam
tumbuh-tumbuhan. Yach, di samping rasa cintanya terhadap negeri ini beserta
rakyatnya, Bung Karno juga sangat mencintai berbagai macam tanaman yang ada di
dunia ini. Tak jarang, Bung Karno menghabiskan waktu senggangnya untuk merawat
berbagai jenis tanaman yang ada di kediamannya. Hal tersebut tentu saja menjadi
nilai plus tersendiri bagai seorang presiden yang mau terjun langsung ke kebun
untuk merawat tanaman-tanaman kesukaannya.
Rasa
kecintaan Bung Karno terhadap aneka ragam tanaman, tidak hanya Bung Karno
tunjukkan melalui perhatiannya, tapi Bung Karno juga hafal nama-nama tanaman
yang ada di istananya. Tidak hanya nama Indonesia, tapi juga nama ilmiahnya,
hebat kan?. Beliau bisa hafal satu persatu karakteristik tanamannya, baik yang
ada di halaman istana, Jakarta, Bogor, Cipanas, maupun Tampak Siring. Tak
jarang, Bung Karno sendirilah yang menata tamannya sehingga terlihat sangat
cantik. Namun bila beliau merasa lelah, Bung Karno akan memerintahkan tukang
kebun untuk memindah atau mengganti tanaman. Begitulah Bung Karno, yang selalu
ingin istananya terlihat sangat rapih dan asri.
Pernah suatu
ketika Bung Karno mengadakan inspeksi atau kunjungan mendadak di sekitar
paviliun di istana negara, tempat tinggal para polisi pengawal pribadi. Setelah
measuki tempat tersebut, Bung Karno pun tercengang karena melihat tempat itu
sangat kotor sekali. Belum lagi kamar mandi dan selokan yang selain kotor,
ternyata juga bau. Sesaat kemudian, Bung Karno segera memerintahkan kepada
seorang polisi pengawal pribadi mencari sapu dan mengumpulkan semua penghuni
paviliun tersebut. Kemudian, Bung Karno pun berkata, “Lihat, kamu orang saya
beri contoh bagaimana caranya membikin bersih tempat kotor ini.” Sejurus
kemudian, sebuah pemandangan yang luar biasa hebatnya terlihat di tempat itu.
Bung Karno memegang sapu dan terus menyapu serta membersihkan tempat itu.
Bayangkan, adakah seorang presiden yang mau membersihkan paviliun ajudannya?.
Orang-orang gemetar ketakutan ketika melihat BK membersihkan tempat itu.
Selesai menyapu, Bung Karno pun berkata, “Bisa tidak kamu membikin bersih
tempatmu sendiri?”
Bung Karno dan
kebersihan memang tidak bisa dipisahkan. Beliau selalu tersenyum bahagia setiap
kali ia melihat tanaman-tanamannya tersebut tumbuh subur. Bung Karno memiliki
sebuah kebiasaan yang tidak pernah berubah setiap pagi harinya. Setelah
menunaikan sholat subuh, Bung Karno selalu berjalan-jalan mengelilingi kebunnya
bersama para ajudan, pengawal dan orang-orang terdekatnya.
Namun
ekspresi tersebut berubah menjadi kegelisahan bila musim kemarau tiba. Bung
Karno selalu merasa cemas dan takut kalau tanaman-tanaman kesayangannya menjadi
layu karena kemarau yang berkepanjangan. Biasanya, bila musim kemarau tiba itu
pertanda musim kesibukan bagi karyawan istana yang mendapat tugas merawat
tanaman. Seluruh penghuni istana harus bekerja keras untuk membuat agar tanaman/bunga
milik Bung Karno tetap segar. Tentu saja, hal tersebut bukanlah tugas yang
ringan.
Contohnya
adalah ketika tahun 1962, di mana negara Indonesia dilanda kemarau yang begitu
panjang. Musim kemarau tersebut tentu saja menyebabkan kekeringan di mana-mana.
Tentu saja, istana negara juga tidak bisa luput dari kekeringan tersebut. Saat-saat
seperti itulah, Bung Karno selalu murung sambil memandangi tanaman-tanamannya.
Pandangan matanya kosong, seakan-akan ia tahu betul apa yang dirasakan oleh
tanaman-tanaman kesukaannya itu..
Saat musim
kemarau, rumput-rumput istana mulai layu. Tak hanya itu saja, pepohonan
mengering. Tentu saja pemandangan tersebut sangat memperihatinkan. Bung Karno
pun tak hanya diam, berbagai macam cara beliau tempuh untuk mengembalikan
kesegaran tamannya. Pada saat-saat seperti itu, tak hanya Bung Karno yang
sibuk, melainkan para tukang kebun pun tak pernah berhenti menyirami areal pertamanan.
Di sore
harinya, Bung Karno duduk-duduk di beranda belakang istana Merdeka untuk
melepas lelah setelah seharian berada di taman. Pada waktu itu beliau tidak
sendiran, Bung Karno ditemani oleh ajudannya, Bambang Widjanarko. Beberapa saat
kemudian, datanglah seorang Kepala Rumah Tangga Seluruh Istana, Harjo, beserta
seorang pria tak dikenal yang mengenakan pakaian tradisional Jawa lengkap. Setelah
berbasa-basi seperlunya, Harjo pun mulai angkat bicara, “Pak, inilah Bapak
Pringgo yang dulu pernah saya ceritakan. Beliau datang membawa keris untuk dipersembahkan
kepada Bapak.”
Sambil
tersenyum, Bung Karno pun mengangguk dan memandangi lelaki yang bernama Pringgo
tersebut. Tak lama kemudian, Pringgo mengeluarkan sebilah keris dari dalam
bungkusan dan terciptalah sebuah dialog yang cukup menarik. Dalam dialog
tersebut, Pringgo menceritakan tentang mitos dan hal-hal klenik mengenai sebilah
keris yang konon sudah berumur ratusan tahun tersebut. Menurut Pringgo, keris
tersebut sudah ada sejak zaman Majapahit. Keris luk lima tersebut merupakan
barang yang paling ia sayangi, oleh karena itu Pringgo ingin memberikan barang
berharganya kepada Bung Karno.
Meskipun Bung
Karno bukalah seseorang yang percaya dengan hal-hal klenik atau berbau mitos,
namun Bung Karno pun dengan senang hati menerima keris tersebut. Tak lupa,
beliau mengucapkan terima kasih kepada Pringgo sambil berkata, “Terima kasih,
Pak Pringgo. Sekarang apakah yang dapat saya berikan sebagai tanda terima kasih
saya?”
Dengan jujur,
Pringgo pun menjawab pertanyaan Bung Karno tadi. Kepada Bung Karno, ia pun
berkata bahwa ia sangat ingin bisa memiliki sebuah mobil. Sambil tersenyum, Bung
Karno pun menjawab, “Ah, itu masalah gampang. Saya berjanji, jika apa yang
saya inginkan bisa terpenuhi, dengan senang hati saya akan memberi dua mobil.”
Sambil memandang wajah Sang Presiden, Pringgo pun bertanya, “Kalau saya
boleh tahu, apakah yang Bapak inginkan?”
Bung Karno
pun berkata sambil menyerahkan sebilah keris tadi kepada Pringgo, “Jika kamu
percaya dengan keampuhan keris ini, cobalah cabut keris itu dan mintalah agar
Tuhan menurunkan hujan, agar taman ini menjadi segar. Ketahuilah, musim kemarau
itu telah membuat tanamanku layu. Aku ingin taman ini menjadi segar dan hijau
kembali.”
Wajah Pringgo
berubah menjadi pucat pasi setelah mendengar permintaan Bung Karno. Sesaat
kemudian, Pringgo hanya bisa duduk terdiam.
Bung Karno
pun hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. Ia sangat heran, mengapa pada zaman
seperti itu masih ada kesyirikkan?. Manusia menjadi lupa terhadap hukum sebab
akibat dan hubungan rasional. Jelas, bila ditelaah dengan logika, tidak ada
hubungannya sama sekali antara keris dan hujan. Dari situlah, Bung Karno
semakin mantap untuk mengajak rakyat Indonesia belajar, agar rakyat Indonesia
ke depannya bisa lebih cerdas dalam berpikir dan tidak lagi menjadi budak mitos
maupun hal-hal klenik lainnya. Dari dulu, Bung Karno memang bukanlah orang yang
percaya akan mitos, dari cerita ini semakin jelas bahwa Bung Karno adalah
seseorang yang beragama, anti terhadap perbuatan syirik dan selalu
mengedapankan hal-hal yang masuk akal dan bisa dipertanggungjawabkan secara
logis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar