Selasa, 17 Oktober 2006

Bung Karno dan Pembebasan Irian Barat


Irian Barat sebagai salah satu bagian dari NKRI harus diperjuangkan. Sebenarnya, masalah pengembalian Irian Barat menjadi agenda besar pemerintah Indonesia sejak tahun 1950, tepatnya setahun setelah penandatanganan Konferensi Meja Bundar. Pemerintah Indonesia sedikit geram dengan sikap Belanda yang seolah-olah tidak menepati hal-hal yang telah disepakati dalam Konferensi Meja Bundar Tersebut. Perlu diketahui, bahwa konferensi yang diadakan tanggal 2 November 1949 diakhiri dengan keputusan sebagai berikut :
  1. Belanda mengakui Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai negara merdeka dan berdaulat
  2. Penyelesaian soal Irian Barat ditangguhkan sampai tahun berikutnya
  3. RIS sebagai negara berdaulat penuh kerjasama dengan Belanda dalam suatu perserikatan yang kepalai oleh Ratu Belanda atas dasar sukarela dengan kedudukan dan hak yang sama.
  4. RIS mengembalikan hak milik Belanda, memberikan hak konsensi, dan izin baru bagi perusahaan-perusahaan.
  5. Semua utang bekas Hindia Belanda harus di bayar oleh RIS
Namun kenyataannya, Belanda selalu mengulur-ulur waktu dan memberi kesan bahwa ia enggan memenuhi janjinya untuk menyerahkan Irian Barat. Pemerintah Indonesia masih harus dibuat menunggu dengan ketidak pastian dari Belanda. Puncak kesabaran tersebut ada di tahun 1950, tepatnya setelah perubahan RIS menjadi NKRI pada tanggal 17 Agustus 1950. Namun, masalah Irian Barat belum juga terselesaikan, hingga akhirnya Pemerintah Indonesia mengambil beberapa langkah diplomasi, yaitu sebagai berikut di bawah ini:
1.      Pada tanggal 4 Desember 1950 Indonesia mengadakan konferensi Uni Indonesia Belanda. Tentu saja di dalam konferensi tersebut Indonesia meminta agar Belanda menyerahkan Irian Barat secara de jure. Namun ditolak oleh Belanda.
2.      Pada bulan Desember 1951 Indonesia kembali mengadakan perundingan bilateral antara Indonesia dan Belanda. Seperti yang sebelum-sebelumnya, Pemerintah Indonesia tak pernah berhenti meminta Belanda untuk melepaskan Irian Barat dan masuk ke wilayah NKRI, namun ternyata perundingan ini juga gagal.
3.      Usaha diplomasi lainnya juga dilakukan pada bulan September 1952. Pada waktu itu, Indonesia mengirimkan nota politik tentang perundingan Indonesia Belanda.
Perjuangan melalui diplomasi tidak hanya dilakukan dengan proses perundingan bilateral saja. Pemerintah Indonesia juga pernah menempuh perundingan secara internasional, yaitu sebagai berikut
1.      Melalui Konferensi Colombo yang diadakan pada bulan April 1954. Di dalam konferensi tersebut, Indonesia menyampaikan permasalahan yang sedang dihadapinya, yaitu mengenai Irian Barat. Saat itu, Indonesia berhasil mendapat dukungan.
2.      Cara berikutnya ditempuh melalui sidang PBB pada tahun 1954. Namun sayangnya, Indonesia gagal karena tidak memperoleh dukungan yang kuat.
3.      Di dalam Konferensi Asia Afrika pada tahun 1955. Pada saat itu, Indonesia mendapat dukungan dalam masalah Irian Barat.
Pemerintah Indonesia sudah tidak tahan lagi dengan sikap Belanda yang sangat menyebalkan itu. Karena selalu menempuh kegagalan, Pemerintah Indonesia pun mengambil jalan konfrontasi dengan Belanda. Adapun jalan konfrontasi tersebut terdiri dari.
a.       Konfrontasi Ekonomi
Terhitung sejak tahun 1957, Indonesia sudah mulai “berperang” dengan Belanda untuk mendapatkan kembali Irian Barat. Konfrontasi pertama yang dilakukan oleh Indonesia adalah konfrontasi dalam bidang ekonomi. Adapun konfrontasi tersebut meliputi tindakan-tindakan sebagai berikut di bawah ini:
1.   Nasionalisasi de javasche Bank menjadi Bank Indonesia tahun 1951.
2.   Larangan terhadap maskapai penerbangan Belanda (KLM) untuk melakukan penerbangan dan pendaratan di wilayah Indonesia.
3.   Pemerintah Indonesia melarang beredarnya berbagai macam terbitan (media massa) yang berbahasa Belanda.
4.   Pemogokan buruh secara besar-besaran yang terjadi pada perusahan-perusahaan Belanda yang beroperasi di Indonesia. Pemogokkan buruh tersebut memuncak pada tanggal 2 Desember 1957.
5.   Pemecatan semua perwakilan konsuler Belanda di Indonesia. Pemecatan tersebut dimulai 5 Desember 1957.
Sejak pemecatan semua perwakilan konsuler Belanda tersebut, mulai juga dilakukan aksi pengambilalihan atau nasionalisasi secara sepihak terhadap perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia. Adapun perusahaan-perusahaan yang berhasil diambil alih antara lain Netherlandsche Handel Maatscappij (NHM) menjadi Bank Dagang Negara, Bank Escompto, dan percetakan de Unie.
Tentu saja tindakan pengambil alihan tersebut tentu saja membuat Belanda geram. Tidak hanya Belanda, negara-negara barat pun cukup heran dengan langkah pemerintah Indonesia yang bisa dibilang sangat berani tersebut. Seperti kata pepatah, ada aksi pasti akan menimbulkan reaksi. Ternyata, konfrontasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia ini membuat hubungan Indonesia – Belanda menjadi lebih renggang dari yang sebelumnya.

b.      Konfrontasi Politik
Konfrontasi politik ini dilakukan dengan cara yang cukup ekstrim, yaitu dengan cara pembatalan hasil KMB secara sepihak oleh pemerintah Indonessia yang saat itu diwakili oleh Soekarno. Selanjutnya, Indonesia membuat provinsi baru yaitu provinsi Irian Barat dengan ibu kota Soa Siu. Adapun gubernur pertamanya Zainal Abidin Syah. Sedangkan untuk wilayanya, meliputi wilayah yang diduduki Belanda serta daerah Tidore, Oba, Weda, Patani, dan Wasile. Tidak hanya itu saja, untuk menggabungkan wilayah Irian Barat ke dalam NKRI, maka pemerintah Indonesia juga membuat Partai Persatuan Cenderawasih.
c.       Konfrontasi Militer
Untuk lebih menunjang perjuangan dalam merebut kembali Irian Barat, maka pemerintah Indonesia pun juga melakukan konfrontasi militer. Konfrontasi ini dilakukan dengan cara pembacaan Trikora atau Tiga Komando Rakyat oleh Presiden Soekarno pada 19 Desember 1961 di Yogyakarta. Adapun isi dari trikora tersebut adalah:
1.   Gagalkan pembentukan "Negara Papua" bikinan Belanda colonial
2.   Kibarkan sang merah putih di Irian Barat tanah air Indonesia
3.   Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar